Surabaya (ANTARA) - Dua legislator dari Fraksi Demokrat-NasDem dan Fraksi PKB melaporkan Ketua DPRD Surabaya Adi Sutarwijono ke Badan Kehormatan (BK) DPRD setempat karena dinilai tidak merespons usulan beberapa fraksi soal pembentukan pansus percepatan penanganan COVID-19.

"Hari ini saya secara pribadi melaporkan ketua DPRD Surabaya karena ada dugaan melanggar kode etik dan tata tertib," kata Sekretaris Fraksi Demokrat-NasDem DPRD Surabaya Imam Syafi'i saat melapor ke BK DPRD Surabaya, Senin.

Menurut dia, sejumlah fraksi di DPRD Surabaya sudah memasukkan surat usulan pembentukan pansus untuk pengawalan percepatan penanganan COVID-19 di Surabaya kepada Ketua DPRD Surabaya dua pekan lalu.

Baca juga: Anggota DPRD Surabaya desak bentuk pansus COVID-19

Namun, lanjut dia, hingga saat ini surat tersebut belum mendapat tanggapan dari Ketua DPRD Surabaya. "Tapi yang muncul adalah surat dari ketua dewan yang meminta fraksi-fraksi memaksimalkan fungsi yang ada di komisi-komisi untuk penanganan COVID-19," katanya.

Sebelum fraksi-fraksi mengusulkan surat usulan, politikus NasDem ini menjelaskan bahwa komisi-komisi sudah berjalan dan aktif memberi masukan serta turun ke lapangan lalu disampaikan ke Pemkot Surabaya.

"Tapi ternyata pemkot tidak pernah transparan, bahkan data-data yang kita minta itu tidak pernah diberikan. Jadi ada kesengajaan yang ditutupi dan kami juga melihat 'road map' penanganan di Surabaya tidak jelas," katanya.

Baca juga: Pemkot Surabaya dinilai lamban respons kasus COVID-19 di Sampoerna

Hal sama juga dikatakan Bendahara Fraksi PKB DPRD Surabaya Camelia Habiba. Ia secara pribadi sebagai anggota dewan melaporkan Ketua DPRD Surabaya ke BK karena ada dugaan pelanggaran kode etik dan tata tertib.

Menurut dia, Fraksi PKB sudah dua kali berkirim surat kepada Ketua DPRD Surabaya agar segera membentuk pansus percepatan penanganan pandemi COVID-19. Pada surat pertama tidak ada respons atau balasan, sedangkan surat kedua dijawab dengan permintaan kepada fraksi agar memaksimalkan anggotanya di komisi-komisi untuk penanganan COVID-19.

Selain itu, Habiba mengatakan rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Surabaya beberapa hari lalu yang sebenarnya tidak kuorum, tetapi oleh ketua DPRD Surabaya dipaksakan untuk tetap digelar sampai akhir.

Baca juga: DPRD sarankan skema bantuan sembako warga di Surabaya tepat sasaran

"Hampir separuh lebih anggota bamus meninggalkan rapat karena keinginan membentuk pansus tidak direspons oleh ketua DPRD," katanya.

Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwojono mengaku sudah menjawab surat dari fraksi sebagai tanggapan dan menjelaskan kalau di DPRD ada fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan.

Berkaitan dengan fungsi pengawasan, Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Surabaya ini menjelaskan bahwa komisi-komisi di DPRD itu bisa dimaksimalkan.

"Saya kan juga berpikir, kalau pansus ini dibentuk, lalu memanggil pemkot, tapi komisi juga memanggil pemkot. Kalau komisi dilarang apa haknya? dalam tata tertib jelas diatur, fungsinya melakukan pengawasan," katanya.

Baca juga: Anggaran HUT Surabaya Rp3,7 miliar dialihkan untuk penanganan COVID-19

Menurut Adi, fungsi pansus adalah sebagai pelengkap alat lain artinya disebut lain, kalau alat kelengkapan lain yang sudah ada tidak berfungsi dengan baik. Hanya saja, lanjut dia, hampir setiap hari komisi-komisi menggelar rapat daring.

"Saya juga tidak menolak pansus itu karena itu juga belum dibahas dalam rapat bamus," katanya.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2020