Langkah yang diambil ekstrem (lockdown), tetapi realisasinya setengah hati
Semarang (ANTARA) - Anggota Komisi IX (Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan) DPR RI Dewi Aryani meminta kepala daerah tidak boleh gegabah mengambil kebijakan lockdown (mengunci seluruh akses masuk maupun keluar dari suatu daerah maupun negara).

"Masyarakat sekarang, dengan makin meluasnya penyebaran virus, mereka makin panik. Oleh karena itu, kepala daerah harus mempertimbangkan banyak aspek, jangan gegabah ambil kebijakan lockdown," kata Dewi Aryani melalui pesan WA-nya kepada ANTARA di Semarang, Jumat malam.

Dewi Aryani menekankan bahwa langkah-langkah kemanusiaan perlu adanya pertimbangan yang matang dan tidak menabrak aturan dari pemerintah pusat maupun peraturan perundang-undangan yang ada. Apalagi, niat baik ini untuk menyelamatkan rakyat.

Baca juga: Cegah COVID-19, Pemerintah siapkan PP ketentuan karantina wilayah

Politikus PDI Perjuangan ini mengingatkan bahwa kebijakan lockdown ini malah menimbulkan masalah baru karena faktanya masih banyak warga yang masih berkeliaran ke mana-mana.

"Langkah yang diambil ekstrem (lockdown), tetapi realisasinya setengah hati," kata wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Tengah IX (Kabupaten/Kota Tegal dan Kabupaten Brebes) ini.

Menyinggung istilah lockdown, Dewi Aryani mengusulkan "karantina wilayah" secara terbatas mengganti istilah asing itu, kemudian menyesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia.

Ia menegaskan bahwa istilah "karantina wilayah" ini sudah ada di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Adapun yang dimaksud dengan "karantina wilayah" adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah, termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya, yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

"Dalam masa krisis seperti sekarang ini, kita harus melihat dari kacamata sosial, humanitarian (kemanusiaan), dan pemerintahan," kata anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan ini.

Baca juga: Karantina wilayah layak dipertimbangkan cegah penyebaran COVID-19

Selanjutnya, tinggal mendata wilayah mana saja di suatu daerah yang rentan terhadap penyebaran virus atau sudah ada yang positif terkena Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Pembatasan ini dilakukan berdasarkan data di lapangan.

Menurut Dewi, sebaiknya pendataan di tingkat rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), bukan malah langsung tingkat kota/kabupaten. Hal ini untuk mempermudah Satuan Tugas Monitoring COVID-19 melakukan kontrol melalui patroli. Dengan demikian, lebih efektif dalam pengawasan.

Data "karantina wilayah" terbatas ini, lanjut Dewi, dapat dijadikan acuan oleh tim medis untuk melakukan tes dan fokus pemeriksaan di area tersebut. Hal ini membuat tim medis tidak kelelahan karena titik kerja menjadi efektif.

"Jangan sampai tim medis ini nantinya malah tumbang karena lelah dan sakit dengan coverage area yang makin banyak/luas," ujar Dewi mengingatkan.

Selain itu, kata Dewi, pelaksanaan social distancing (jarak sosial) juga harus diperketat. Hal ini agar penyebaran virus corona dapat terus ditekan. Namun, jarak person to person menjadi 2 meter hanya dapat diaplikasikan di ruang publik.

"Jika di dalam rumah atau warga yang rumahnya tidak luas, 'kan sulit juga," ucapnya.

Ia melanjutkan, "Bagi warga yang stay at home (tinggal di rumah), bisa melakukan pencegahan dengan memaksimalkan asupan bergizi, olahraga, dan berjemur ruti di bawah sinar matahari. Intinya menjaga stamina tetap sehat dan fit."

Baca juga: Pemerintah disarankan lakukan karantina wilayah dari sejumlah pihak

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro/Chelsea Venda
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020