Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil empat orang saksi dalam penyidikan kasus suap terkait pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta (PJT) II Tahun 2017.

Keempat orang tersebut dijadwalkan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mantan Direktur Utama Perum Jasa Tirta II Djoko Saputra (DS).

Baca juga: KPK panggil dua saksi suap jasa konsultansi di PJT II

Baca juga: KPK cegah dua tersangka suap jasa konsultansi di PJT II


"Hari ini KPK mengagendakan pemeriksaan terhadap empat orang saksi dalam tindak pidana korupsi suap terkait pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta (PJT) II Tahun 2017," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Keempat saksi yang dipanggil adalah wiraswasta yang juga mantan Kepala Divisi SDM PJT II periode Januari 2017-Juli 2017 Saur Saragih, Manajer Pengelola Proyek Rehabilitasi Prasarana PJT II/ mantan Manajer ULP PJT II dari tahun 2016-Oktober 2018 Endarta Dwi P.

Selanjutnya karyawan BUMN PJT II Esthi Pambangun, serta Psikolog Andririni Yaktiningsasi. Adapun Andririni sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut.

KPK telah menetapkan Djoko dan Andririni sebagai tersangka pada tanggal 7 Desember 2018. Penahanan terhadap Djoko telah dilakukan pada 30 September 2019. Namun, untuk tersangka Andririni belum ditahan oleh KPK sampai saat ini.

Djoko Saputra selaku Direktur Utama Perum Jasa Tirta ll saat itu diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya.

Diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan pekerjaan jasa konsultansi di Perum Jasa Tirta ll pada tahun 2017.

Pada tahun 2016, setelah diangkat menjadi Direktur Utama Perum Jasa Tirta II, Djoko Saputra diduga memerintahkan melakukan relokasi anggaran.

Revisi anggaran dilakukan dengan mengalokasikan tambahan anggaran pada pekerjaan pengembangan SDM dan strategi korporat yang pada awalnya senilai Rp2,8 miliar menjadi Rp9,55 miliar.

Perencanaan strategis korporat dan proses bisnis senilai Rp3,82 miliar dan perencanaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta ll sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan senilai Rp5,73 miliar.

Perubahan tersebut diduga dilakukan tanpa adanya usulan dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

Setelah revisi anggaran, Djoko kemudian diduga memerintahkan pelaksanaan pengadaan kedua kegiatan tersebut dengan menunjuk Andririni sebagai pelaksana pada kedua kegiatan tersebut.

Dalam pelaksanaan kedua pekerjaan tersebut, Andririni diduga menggunakan bendera perusahaan PT Bandung Management Economic Center (BMEC) dan PT 2001 Pangripta.

Realisasi penerimaan pembayaran untuk pelaksanaan proyek sampai dengan 31 Desember 2017 untuk kedua pekerjaan tersebut adalah Rp5.564.413.800,00.

Dengan perincian, pekerjaan komprehensif pengembangan SDM Perum Jasa Tirta II sebagai antisipasi pengembangan usaha perusahaan sebesar Rp3.360.258.000,00 dan perencanaan strategis korporat dan proses bisnis sebesar Rp2.204.155.800,00.

Diduga nama-nama para ahli yang tercantum dalam kontrak hanya dipinjam dan dimasukkan ke dalam dokumen penawaran PT BMEC dan PT 2001 Pangripta sebagai formalitas untuk memenuhi administrasi lelang.

Diduga pelaksanaan lelang dilakukan rekayasa dan formalitas dengan membuat penanggalan dokumen administrasi lelang secara backdated.

Diduga kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp3,6 miliar yang merupakan dugaan keuntungan yang diterima Andririni dari kedua pekerjaan tersebut atau setidaknya lebih dari 66 persen dari pembayaran yang telah diterima.

Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019