Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama akan menggandeng organisasi massa Islam besar di Indonesia untuk bersama-sama melakukan upaya mencegah radikalisme (deradikalisasi). Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, mengatakan ormas Islam yang dilibatkan termasuk juga Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.

“Mereka (NU dan Muhammadiyah) juga diakomodir di dalamnya,” ujar Kamaruddin di Jakarta, Senin.

Kamaruddin mengatakan NU dan Muhammadiyah melakukan usaha sangat bagus dalam merawat keragaman di Indonesia.

Kedua ormas tersebut menjadi penyangga infrastruktur sosial, sehingga Indonesia tidak mudah runtuh dengan masuknya ideologi transnasional yang tidak cocok diterapkan di negara Bhinneka Tunggal Ika.

“Sesungguhnya keragaman (diversity), mudah menimbulkan ketidaksepahaman. Tapi kita beruntung, kita masih sinergi antara pemerintah dan ormas-ormas Islam,” ujar Kamaruddin.

Sehingga, kalau ada seseorang yang membawa paham radikal masuk ke Indonesia, mereka tidak hanya berhadapan dengan pemerintah, tetapi juga berhadapan dengan infrastruktur sosial berupa ormas-ormas Islam tersebut.

“Bayangkan kalau salah satu ormas Islam radikal, tentu bisa timbul kekacauan luar biasa,” kata Kamaruddin.

Oleh karena itu, ormas-ormas Islam diharapkan dapat ikut berperan dalam tiga program yang dilakukan Kementerian Agama dalam pendidikan Islam.

Program pertama yaitu membuat pusat kajian moderasi beragama yang bertoleransi, moderat, serta menghargai keragaman dan perdamaian.

“Kami akan membuat edaran ke para rektor Perguruan Tinggi Islam baik negeri maupun swasta untuk membuat pusat kajian moderasi beragama atau rumah moderasi. Kita harapkan rumah moderasi itu dapat memproduksi kontra narasi isu-isu radikalisme beragama,” ujar Komaruddin.

Program kedua, yaitu lewat pengajaran agama di sekolah-sekolah umum dan madrasah dengan menuntaskan penulisan ulang buku-buku agama di seluruh Indonesia dan penyesuaian kurikulum.

“Buku agama itu akhir Desember akan di-launching Menteri Agama. Konten utama lebih kepada rasa cinta kepada tanah air sebagai satu instrumen menghalau radikalisme serta toleran dengan agama orang lain. Moderasi agama juga ditanamkan dalam kurikulum di madrasah,” ujar Kamaruddin.

Program ketiga yaitu memenangi kontestasi di ruang publik seperti di media sosial agar suara-suara di sana tidak didominasi paham agama yang tidak moderat.

“Kami mengimbau agar pemuka agama untuk mendakwahkan agama yang rahmatan lil alamin. Mereka diharapkan dapat aktif, tidak hanya jadi penonton saja. Supaya media sosial tidak dimenangkan oleh mereka yang ilmunya biasa-biasa saja,” ujar dia.

Baca juga: MPR nilai Indonesia butuh banyak pahlawan hadapi ancaman radikalisme

Baca juga: Prajurit TNI wajib ayomi masyarakat cegah radikalisme, kata Danbrigif

Baca juga: Jusuf Kalla sebut 99,9 persen masjid-mushala bebas radikalisme


Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019