Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi menilai kerusuhan massa yang terjadi di calon ibukota baru, Kabupaten Penajam Paser Utara, tidak bisa dianggap remeh karena dikhawatirkan didomplengi provokator.

"Kerusuhan massa yang terjadi di calon ibu kota baru Penajam Paser Utara tak boleh dipandang remeh, karena bisa jadi ini polanya meniru kejadian di tempat lain yang ditunggangi provokator tidak bertanggungjawab," kata Baidowi di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Kapolda Kaltim imbau warga Penajam tenang dan percaya hukum

Dia mengatakan, terkait lokasi kerusuhan adalah calon ibukota negara, maka pemerintah harus melakukan langkah-langkah ekstra terkait keamanan dan keharmonisan sosial.

Menurut dia, jika nantinya sudah ditetapkan sebagai ibukota negara maka akan banyak warga yang datang ke daerah tersebut sehingga jika tidak ada antisipasi dikhawatirkan terjadi persoalan sosial baru.

"Mengingat kejadian ini, maka rencana pemindahan ibukota wajib dikaji secara mendalam dari segala aspek seperti infrastruktur, keamanan, pertahanan maupun aspek sosial dan tidak dilakukan secara tergesa-gesa," ujarnya.

Selain itu dia mengapresiasi langkah Kepolisian yang langsung segera mengendalikan situasi di Penajam menjadi kondusif dan selanjutnya untuk terus melakukan pemantauan dan penanganan dini serta antisipasi hal serupa.

Sebelumnya, kelompok pengunjuk rasa di Pelabuhan Ferry sempat merusak loket penjualan tiket perahu klotok dan speedboat, yang berujung pada penghentian operasional pelabuhan, pada Rabu (16/10).

Pada pukul 15.30, jumlah para pengunjuk rasa terus bertambah dan mulai melakukan aksi pembakaran. Loket tiket yang sudah dirusak tadi dibakar.

Pada pukul 19.00 situasi sudah terkendali dan para pengunjuk rasa pun bubar.

Baca juga: Gubernur Kaltim imbau masyarakat Penajam Paser Utara menahan diri
Baca juga: Ibu kota negara pindah, Pemkab Penajam antisipasi lonjakan penduduk
Baca juga: RTRW Penajam calon ibu kota negara baru ditinjau ulang

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019