RSUD dr Izhak Umarella Tulehu bukan merupakan posko pelayanan kesehatan pengungsi
Ambon (ANTARA) - Pelayanan kesehatan kepada pasien terutama pengungsi korban gempa bumi di RSUD dr. Izhak Umarella Tukehu, Kabupaten Maluku Tengah akan diupayakan tetap gratis meski masa berlaku tanggap darurat  berakhir Rabu ini.

"Berakhirnya masa tanggap darurat yang diberlakukan pemerintah daerah  16 Oktober 2019 akan berpengaruh terhadap sistem pelayanan kesehatan masyarakat korban gempa di RSUD dr. Izhak Umarella Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah," kata ketua tim penanggulangan pengungsi DPRD Maluku, Amir Rumra di Ambon, Rabu.

Menurut dia,  masa transisi memasuki berakhirnya masa tanggap darurat ini merupakan  masalah baru terkait adanya pertemuan Pemprov Maluku dengan BPJS Kesehatan agar pelayanan gratis tetap berjalan bagi para pengungsi korban gempa bumi.

Sebelumnya, saat berakhirnya masa tanggap darurat pertama tanggal 9 Oktober 2019 lalu, pelayanan kesehatan di RSUD tersebut kembali  memberlakukan sistem pembayaran kepada para pasien seperti biasa.

Akibatnya timbul protes dari masyarakat, terutama para korban bencana alam yang merasa keberatan dengan kewajiban membayar biaya pelayanan kesehatan serta biaya rumah sakit.

"Jadi memang setelah kita menerima telepon dari masyarakat lalu kami turun ke lapangan, jadi kami upayakan tetap gratis," ujarnya.

Baca juga: Dinkes tangani tiga daerah 6.467 warga terdampak gempa Maluku


Namun harus diingat kalau di sana bukanlah Posko Pelayanan Kesehatan untuk pengungsi tetapi merupakan RSUD, dan memang benar dilakukan  terhadap pasien pada masa akhir pemberlakuan tanggap darurat oleh pemerintah daerah tanggal 9 Oktober 2019.

"Tetapi perlu ditegaskan bahwa RSUD dr. Izhak Umarella Tulehu yang sementara membuka pelayanan kesehatan di lapangan Universitas Darusallam Ambon bukan merupakan posko pelayanan kesehatan pengungsi," tegas Amir Rumra.

RS itu seharusnya ada di Tulehu, namun karena kondisi bangunannya tidak bagus maka lokasinya dipindahkan di lapangan Universitas Darusallam Tulehu

"Sebab kondisi bangunan RS rusak saat gempa  pada 26 September 2013 dengan magnitudo 6,5 dan diperkirakan bisa lebih dari satu tahun belum dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kesehatan," kata Amir Rumra.

Sehingga RS  mewajibkan pembayaran biaya kesehatan dan melakukan tagihan ke pasien termasuk di UGD dan ditagih Rp250 ribu.

Akibatnya terjadi keluhan di masyarakat lalu ada pertemuan kembali oleh pemerintah daerah yang memperpanjang lagi masa tanggap darurat sampai tanggal 16 Oktober 2019, ujarnya.

Pasien dilayani di tempat terbuka yang bagian atasnya memang tertutup namun di bawahnya tidak steril terutama saat hujan dan tidak layak melakukan pelayanan kesehatan di sana, belum lagi sanitasi yang tidak lengkap.

Pada Selasa (15/10) baru dibangun satu tempat pelayanan yang bagian bawahnya menggunakan alas karet agar tidak terjadi genangan, dengan empat sampai enam unit tempat penampungan pasien dan juga petugas medisnya.


Baca juga: 148.619 orang masih mengungsi akibat gempa di Maluku
 

Pewarta: Daniel Leonard
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019