Setiap wilayah kerja Puskesmas jika terdapat ODGJ harus diobati dan tak boleh ditelantarkan,
Jakarta (ANTARA) - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Fidiansjah mengatakan Kemenkes menargetkan untuk mengurangi jumlah orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang ditelantarkan

Dalam keterangan pers Kementerian Kesehatan yang diterima di Jakarta, Sabtu, pengurangan ODGJ melalui Dinas Kesehatan tiap daerah dengan menggerakkan tim dari Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa.

Di level Puskesmas, pelayanan ODGJ telah masuk ke dalam indikator Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PISPK) antara lain gangguan jiwa berat tidak ditelantarkan.

Baca juga: Di Banyuwangi, ODGJ bisa bekerja layaknya orang normal

“Setiap wilayah kerja Puskesmas jika terdapat ODGJ harus diobati dan tak boleh ditelantarkan,” tambah dr. Fidi.

Terkait upaya mengurangi jumlah ODGJ telantar, Kemenkes telah menekankan pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang harus dipenuhi oleh tiap pemerintah daerah.

Dari 12 indikator SPM, salah satunya adalah setiap ODGJ berat mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar. "Setiap Pemerintah Daerah harus menyiapkan pelayanan ODGJ dan memberikan pelayanan sesuai standar,” lanjut Fidi.

Fidi juga mengimbau kepada masyarakat agar tidak memberikan stigma negatif terhadap orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) dan ODGJ, dan malah menuding orang tersebut kurang keimanan dan yang lainnya. Dia menegaskan bahwa ODGJ merupakan penyakit yang menyerang mental seseorang.

“Stigma masyarakat tentang gangguan jiwa masih tinggi. Misalnya ketika mereka (ODGJ) berobat ke rumah sakit jiwa dibandingkan dengan RS Umum (RSU) akan beda. Ketika ODGJ berobat ke RSU tak ada stigma negatif, tapi kalau ke RS Jiwa malah muncul stigma negatif,” jelas Fidi.

Baca juga: Dinsos Trenggalek evakuasi korban pasung ke-150

Pencegahan harus juga dilakukan bagi orang dengan masalah kejiwaan (ODMK). ODMK, kata Fidi, merupakan orang yang mengalami masalah pada kejiwaannya dan belum berada pada kondisi ODGJ.

“Jadi orang pada situasi yang berpotensi gangguan kejiwaan disebut ODMK. Misalnya karena bencana, atau KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Namun yang pasti ODMK sudah pada tataran tiga komponen pikiran, perasaan, dan perilaku," terang dia. Terapi ODMK, tambah Fidi bisa dilakukan dengan curhat.

Masyarakat atau keluarga bisa mengenali orang dengan masalah kejiwaan yang bisa berpotensi pada gangguan jiwa.

Fidi menjelaskan identifikasi masalah kejiwaan bisa terlihat pada seseorang yang terlihat mengalami perubahan pada pikirannya, perasaannya yang bisa dilihat dari ekspresi wajah, dan perilaku yang mulai berubah.

Jika melihat anggota keluarga atau masyarakat dengan kondisi seperti itu, Fidi menyarankan untuk merangkul orang tersebut dan mendengarkan isi hatinya. Selanjutnya periksakan ke petugas kesehatan bila kondisinya cukup berat.

Baca juga: Dinsos Singkawang harapkan rumah singgah untuk ODGJ

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Hendra Agusta
Copyright © ANTARA 2019