Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Dwikorita Karnawati mengatakan sejumlah pakar dalam negeri dan internasional sedang mempelajari hal-hal baru dari tsunami Palu dan Selat Sunda yang terjadi pada 2018.

"Simposium ini untuk mengenang kembali satu tahun musibah Palu dan Selat Sunda. Tsunami tersebut sangat istimewa dan tidak lazim, seluruh dunia mengakui," kata Rita di Jakarta, Kamis, usai memberi sambutan "International Symposium on the Lessons Learnt from The 2018 Tsunamis in Palu and Sunda Strait".

Ia mengatakan seluruh dunia menyadari bahwa karakteristik tsunami di dua tempat di Indonesia itu memiliki ciri khas yang sangat berbeda dibandingkan dengan tempat lain.

Baca juga: Rekomendasi ahli: Kurangi risiko tsunami di Palu dengan tanaman pantai

Baca juga: Bangkit untuk pulihkan pariwisata pascatsunami Selat Sunda


Untuk itu, dia mengatakan simposium tersebut sangat penting sebagai bagian untuk mengembangkan teknologi deteksi tsunami dengan studi kasus Palu dan Selat Sunda.

Tsunami Palu dan Selat Sunda, lanjut dia, merupakan kejadian langka karena diawali patahan lempeng yang mendatar. Dalam teori disebut jika patahan mendatar tidak akan terjadi tsunami.

Akan tetapi, mantan Rektor Universitas Gadjah Mada itu mengatakan ternyata tetap terjadi tsunami di Palu dan Selat Sunda karena ada longsor di bawah laut. Dampak tsunaminya juga tergolong hebat karena memicu kerugian berupa korban jiwa dan material.

"Sehingga ini, di sini, kita pakar dari Indonesia dan mancanegara akan menyampaikan hasil-hasil investigasi setelah kejadian tsunami tersebut untuk membangun ilmu pengetahuan yang baru terkait fenomena tsunami," kata dia.

Adapun agenda simposium tersebut salah satunya membagikan temuan lapangan hasil survei pascatsunami Palu yang dikoordinasi oleh UNESCO IOC melalui International Tsunami Survey Team (ITST). Survei dilakukan tujuh tim internasional yang terdiri dari 87 peneliti dari 18 negara pada 2018.

Hasil penelitian tersebut bisa dipakai untuk media pembelajaran yang berharga bagi berbagai pihak. Misalnya, untuk masukan perencanaan wilayah, usaha peningkatan sistem peringatan dini dan langkah penguatan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana.

Simposium diikuti hampir 300 peserta dari 24 negara. Sebanyak 34 pembicara mempresentasikan hasil penelitiannya. Selain itu, terdapat kegiatan pameran 26 poster dan 30 foto yang menangkap peristiwa dampak tsunami di Palu dan Selat Sunda.

Baca juga: Pakar jelaskan timbunan material vulkanik anak krakatau permudah longsor

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019