Yang sangat kami sesalkan kenapa mereka berunjuk rasa menuntut kenaikan harga tembakau, tapi kok malah batik tulis Pamekasan yang dibakar, apalagi batik 'Sekar Jagad' yang memang merupakan motif batik tulis asli Pamekasan.
Pamekasan (ANTARA) - Aksi protes atas pembakaran batik tulis motif "Sekar Jagad" yang dilakukan oleh sekelompok warga saat berunjuk rasa pada 18 September 2019 di Pamekasan, Jawa Timur hingga Ahad ini terus berlanjut, bahkan semakin meluas.

Sebelumnya protes atas aksi pembakaran batik tulis khas Pamekasan itu hanya dilakukan perorangan, tapi kali ini oleh paguyuban batik tulis Pamekasan yang tergabung dalam organisasi Asosiasi Profesi Batik dan Tenun Nusantara (APBTN) Buana Pamekasan, dan Ikatan Putra-Putri Batik Pamekasan.

Aksi yang digelar oleh dua komunitas di dua lokasi berbeda. APBTN Buana di Pasar Batik Tulis di Kelurahan Bugih, Pamekasan, sedangkan aksi oleh Ikatan Putra-Putri Batik Pamekasan di rumah batik Larangan Badung, Pamekasan.

"Aksi ini kami gelar sebagai bentuk keprihatinan atas kasus pembakaran batik tulis Pamekasan oleh sekelompok orang saat berunjuk rasa beberapa hari lalu," kata Ketua Harian Ikatan Putra-Putri Batik Pamekasan Desy Dwi Amitha.

Baca juga: Disparibud gandeng desainer internasional promosikan batik Pamekasan

Baca juga: Lebaran batik ala Pemkab Pamekasan


Desy dan puluhan putra-putri batik Pamekasan lainnya mengaku, aksi pembakaran batik tulis itu merupakan bentuk pelecehan terhadap hasil karya seni para perajin batik tulis di Kabupaten Pamekasan.

Apalagi, sambung dia, motif batik tulis yang dibakar para pengunjuk rasa tersebut merupakan motif batik yang menjadi kebanggaan para perajin dan masyarakat Pamekasan.

"Sungguh kami sangat kecewa atas kejadian itu, dan terus terang kami sangat kecewa atas aksi pembakaran batik tulis itu," ucap Desy.

Putra-putri Batik Pamekasan yang berjumlah sekitar 20 orang ini selanjutnya meminta agar para pembakar batik tulis "Sekar Jagad" itu meminta maaf kepada publik dan para perajin batik di Kabupaten Pamekasan agar tidak memancing amarah warga.

Selain putra-putri batik Pamekasan, protes atas kasus pembakaran batik tulis "Sekar Jagad" juga disampaikan oleh Asosiasi Profesi Batik dan Tenun Nusantara (APBTN) Buana Pamekasan.

Menurut Ketua APBTN Buana Mohammad Kuddah, para perajin batik tulis Pamekasan merasa terpukul dan merasa dilecehkan dengan aksi pembakaran oleh sekelompok orang saat berunjuk rasa di kantor Pemkab Pamekasan pada 18 September 2019.

Sebab, menurut dia, batik merupakan hasil karya seni, dan pembakaran pada motif batik "Sekar Jagad" itu, di satu sisi juga merupakan pelecehan terhadap hasil karya seni perajin batik tulis di Pamekasan.

"Yang sangat kami sesalkan kenapa mereka berunjuk rasa menuntut kenaikan harga tembakau, tapi kok malah batik tulis Pamekasan yang dibakar, apalagi batik 'Sekar Jagad' yang memang merupakan motif batik tulis asli Pamekasan," kata Kuddah.

Baca juga: Songkok batik tulis Madura laris jelang Lebaran

Baca juga: Bupati Pamekasan promosikan sarung batik untuk Lebaran


Sebelumnya pelaku pembakaran batik tulis "Sekar Jagad" itu, Zaini dan Abdussalam sempat menjelaskan, pembakaran itu dimaksudkan sebagai bentuk kekecewaan atas kinerja Bupati Pamekasan dan Wakil Bupati Raja'e karena keduanya memakai seragam batik itu saat mencalonkan diri sebagai pasangan Bupati dan Wakil Bupati Pamekasan pada Pilkada 2018.

Namun, Mohammad Kuddah dan para pengurus APBTN Buana lainnya Bupati Pamekasan Baddrut Tamam dan Wakilnya Raja'e hanya tokoh yang memanfaatkan momentum pilkada dengan menggunakan seragam batik tulis.

"Jadi motif batik 'Sekar Jagad' ini bukan ada saat Pak Baddrut mencalonkan diri, tapi sudah lama. Ini yang membuat kami, para perajin batik di Pamekasan merasa terpukul dan dilecehkan oleh aksi bakar batik itu," katanya.

Menurut Mohammad Kuddah, motif batik 'Sekar Jagad' ini menjadi kebanggaan masyarakat dan para perajin batik tulis di Pamekasan, karena motif ini juga pernah digunakan oleh Presiden Kedua Republik Indonesia yakni Soeharto, dan pernah dipopulerkan juga oleh Gubernur Jawa Timur saat dijabat oleh Basofi Sudirman.

"Saat Baddrut mencalonkan diri dan menjadi Bupati Pamekasan motif batik 'Sekar Jagad' ini kembali populer dan kami para perajin serta pedagang batik merasakan manisnya dari kebijakan pak Baddrut Tamam," kata Mohammad Kuddah menjelaskan.

Oleh karenanya, pihaknya meminta agar para pembakar batik tulis "Sekar Jagad" hendaknya segera meminta maaf kepada publik, agar tidak membuat suasana semakin gaduh dan memanas.

"Jika permintaan maaf tidak juga dilakukan, maka tentu akan menempuh jalur hukum, karena bagi kami, ini adalah pelecehan atas hasil karya seni para perajin batik tulis di Pamekasan ini. Apalagi saat ini batik telah diakui dunia sebagai warisan budaya dunia yang berasal dari Indonesia," kata pengurus APBTN Buana lainnya Amin Hosni.

Sebelumnya, akademisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura Abd Hannan menyatakan, konflik antara perajin batik dengan pengunjuk rasa berpotensi akan memanas tidak segera diselesaikan, karena menyangkut gengsi, yakni batik sebagai karya seni dan kepentingan ekonomi.

"Para pihak perlu segera turun tangan untuk mengantisipasi dampak lanjutan dari kasus ini, karena faktor ketersinggungan sangat dirasakan para perajin batik dari kasus pembakaran tersebut," kata Hannan yang juga dosen Sosiologi itu.*

Baca juga: Penjualan batik tulis Pamekasan meningkat pascapromosi

Baca juga: Pesanan Batik Tulis "Membludak" Pascapengakuan UNESCO

Pewarta: Abd Aziz
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019