Kalau itu (perppu) dikeluarkan, artinya Presiden aspiratif, menerima masukan publik untuk menghentikan pemberlakuan UU KPK yang baru."
Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum tata negara Universitas Katolik Parahyangan Prof Asep Warlan menilai penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki risiko politik.

"Memang pilihan yang serba sulit, semua (keputusan) ada risikonya," katanya, saat dihubungi Antara dari Jakarta, Jumat, menanggapi desakan diterbitkannya Perppu KPK.

Baca juga: Civitas academica Paramadina ingatkan Jokowi bahaya pelemahan KPK

Baca juga: Tolak revisi UU KPK, ratusan mahasiswa di Medan beraksi di DPRD Sumut

Baca juga: Imparsial nilai revisi UU KPK disahkan DPR cacat formil

Baca juga: Semester I 2019 KPK selamatkan keuangan daerah Rp28,7 triliun


Menurut Asep, Presiden bisa mengeluarkan perppu untuk membatalkan UU KPK yang baru, dan masyarakat pasti akan menyambutnya sebagai langkah yang aspiratif dan demokratis.

Apalagi, ia mengakui resistensi publik sangat kuat terhadap UU KPK yang baru karena memang banyak permasalahan yang terkandung dalam revisi UU Nomor 30/2002 itu.

"Kalau itu (perppu) dikeluarkan, artinya Presiden aspiratif, menerima masukan publik untuk menghentikan pemberlakuan UU KPK yang baru," katanya.

Tetapi, kata dia, Presiden perlu berhitung bahwa langkah tersebut akan membuatnya bermasalah dengan DPR dalam menjalankan pemerintah yang akan datang.

"Karena selama ini Presiden kan menyetujui, sangat mengapresiasi DPR atas UU ini, dan sebagainya, tetapi kemudian berbalik arah dengan mengeluarkan perppu," katanya.

Artinya, kata dia, jika Presiden menerbitkan perppu itu sama saja dengan menampar muka DPR di hadapan rakyat, dan akan dinilai tidak konsisten sikapnya oleh parpol-parpol di DPR.

"Karena UU ini kan inisiatif DPR, kalau (UU) inisiatif Presiden agak lumayan, istilahnya koreksi terhadap dirinya sendiri," katanya.

Asep menambahkan masih opsi lain, yakni menyerahkan kepada masyarakat untuk menggugat UU KPK yang baru kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

"Untuk membatalkan UU KPK sebenarnya kan ada dua langkah. Pertama, dengan perppu. Kedua, ajukan 'judicial review' ke MK. Serahkan keputusan kepada MK," katanya.

Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019