Dalam dunia perguruan tinggi, rektor bukan tugas pokok akan tetapi tugas tambahan, tugas pokok justru adalah dosen. Jika ingin meningkatkan kualitas akademik bukan transfer rektor, namun tranfer dosen asing yang lebih penting, karena dosen akan berau
Kupang (ANTARA) - Jauh sebelum Presiden Joko Widodo menjadikan Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul sebagai tema sentral untuk pembangunan Indonesia lima tahun ke depan, masalah SDM Unggul ini menjadi persoalan dasar bangsa Indonesia untuk membangun negerinya sendiri.

Kemajuan sebuah bangsa dan negara sangat bergantung pada kemampuan SDM yang dimiliki, selain stabilitas sosial dan politik, manajemen pemerintahan, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kreativitas dan inovasi dari SDM itu sendiri.

Dalam hubungan dengan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tampaknya memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengembangkan SDM di Indonesia. Oleh karena itu, Presiden Jokowi mengingatkan pentingnya posisi pendidikan yang membangun watak Pancasila.

Sebab, melalui pendidikan pula, kejujuran, kebersamaan, kesantunan, nilai dan budi pekerti dapat diajarkan kepada anak-anak. "Disini, pendidikan yang mengajarkan tentang daya juang, membangun watak pembelajar, yang selalu belajar tanpa menunggu digurui dan selalu berinovasi tanpa menunggu diajari," kata Presiden Joko Widodo.

Kepala Negara menyadari bahwa kekayaan sumber daya alam tidak bisa menjamin kesejahteraan dan kesuksesan sebuah bangsa. Banyak negara maju justru tidak memiliki sumber daya alam (SDA), tapi sebaliknya banyak negara yang memiliki SDA melimpah didera kemiskinan, bahkan konflik dan perang saudara.

"Sumber daya alam yang seringkali justru memanjakan dan membuat kita malas, mengalahkan daya juang, membuat kita lengah dan tidak mendorong kita semuanya untuk berinovasi dan berkreativitas," kata Presiden Jokowi.

Kepala Negara juga mengingatkan bahwa pemerintah telah berusaha keras sekuat tenaga untuk meningkatkan pelayanan pendidikan, baik di pusat, provinsi maupun kabupaten dan kota melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dengan harapan agar semua anak bangsa yang kurang mampu bisa dapat mengakses pendidikan.

"Keberanian kita untuk membuat terobosan karena perubahan dunia sekarang ini berjalan begitu sangat cepat," kata Jokowi seraya menegaskan bahwa selama lima tahun ke depan, Pemerintah berkomitmen membangun SDM Indonesia yang unggul, sehingga cita-cita bangsa ini menjadi negara maju nomor lima di dunia pada 2030 dapat terwujud.

Setelah lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, lebih menitikberatkan pada pembangunan infrastruktur, sehingga dalam periode kedua Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin (2019-2024) akan menitikberatkan pada pembangunan SDM yang unggul.

Atas dasar ini, Pemerintah mulai fokus memberikan perhatian terhadap SDM Indonesia sejak dari dalam kandungan sampai masa emas, sebab dengan menyiapkan SDM yang unggul, maka cita-cita Indonesia menjadi negara maju dapat benar-benar terwujud.

Baca juga: Peneliti apresiasi Presiden Jokowi gaungkan pembangunan SDM Indonesia

Baca juga: Anggota DPRD: Pembangunan SDM unggul ada pada mental dan etos kerja


 



Membangun SDM NTT

Lalu, bagaimana membangun kualitas SDM di Nusa Tenggara Timur (NTT) agar SDM di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini bisa mengubah pandangan orang luar yang selalu memberi stigma kepada NTT sebagai provinsi termiskin dan terkebelakang ketiga di Indonesia.

Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno berpendapat bahwa membangun SDM yang unggul itu ada pada pembangunan mental dan etos kerja dari pribadi itu sendiri. DPRD NTT sendiri setiap tahun sesuai dengan anggaran APBD NTT selalu memberi porsi anggaran di atas 20 persen untuk pembangunan SDM.

Namun, pembangunan SDM, baik di sektor pendidikan dan sektor lainnya itu tidak semata-mata semuanya karena anggaran. NTT yang saat ini berada dalam genggaman pemerintahan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat dan wakilnya Josef A Nae Soi memiliki keinginan yang kuat untuk membangun SDM yang unggul agar kelak bisa berguna bagi daerah itu.

"Berbicara soal SDM yang unggul itu tidak perlu jauh-jauh. Hal kecil saja, seperti menjaga kebersihan, memerangi sampah plastik dan lainnya adalah hasil dari SDM itu sendiri," ujar Pua Geno yang akan mengakhiri masa jabatannya sebagai ketua dan anggota DPRD NTT periode 2014-2019 pada September mendatang.

Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat pada upacara peringatan HUT ke-74 Republik Indonesia mengatakan bahwa membangun SDM yang unggul adalah prasyarat utama untuk kemajuan sebuah negara atau daerah seperti yang tertera dalam tema perayaan kemerdekaan tahun ini "SDM Unggul Indonesia Maju".

Menurut Gubernur Laiskodat, NTT sesungguhnya kaya, sehingga melalui perayaan HUT Kemerdekaan kali ini, pemerintah maupun seluruh masyarakat NTT harus termotivasi untuk lebih unggul dalam segala hal. Sebab, bagaimana pun keunggulan hanya dapat dicapai apabila pemerintah dan masyarakat terus berlari dan melakukan lompatan-lompatan kemajuan.

Tentunya, semua instrumen tersebut membutuhkan keikhlasan, kejujuran, kerja keras, inovasi, keberanian dan ketegasan dalam bertindak. Dan, keberanian dan ketegasan itu telah ditunjukkan melalui sejumlah kebijakan pemerintah provinsi di antaranya penataan kembali Pekerja Migran Indonesia asal NTT yang telah berada di luar negeri maupun yang akan dikirim ke luar negeri.

Selain itu, moratorium pertambangan untuk menjaga kelestarian lingkungan, penutupan sementara Pulau Komodo di Taman Nasional Komodo selama satu tahun untuk konservasi, serta peluncuran produk minuman Sophia untuk meningkatkan nilai produk minuman lokal NTT yang terstandarisasi.

Sejumlah kebijakan tersebut, menurut Gubernur Laiskodat semata-mata dilaksanakan untuk mengangkat martabat masyarakat di provinsi berbasiskan kepulauan ini, sebab membangun SDM yang unggul adalah prasyarat utama dimanapun berada untuk kemajuan sebuah bangsa dan negara.

Baginya, SDM Unggul yang menjadi tema utama dalam perayaan HUT Ke-74 RI ini membuktikan bahwa Presiden Joko Widodo ingin agar membangun SDM adalah hal utama untuk mengembangkan negara ini agar sejajar dengan negara-negara maju lainnya di dunia.

Baca juga: SDM unggul, ujung tombak bangun kemajuan Maluku

Baca juga: Sandiaga apresiasi Jokowi fokus pembangunan SDM



Rektor asing

Terus, bagaimana membangun SDM NTT agar berdaya guna bagi daerah ini? Memang berat rasanya, tetapi Gubernur Laiskodat berjanji akan terus membangun SDM NTT, karena dunia terus berkembang dengan kemajuan teknologi dan industrinya yang tidak bisa dielakkan.

Jepang, saat ini sudah menjadi sebuah negara yang maju di Asia dan dunia bukan karena mesin-mesinnya tetapi karena SDM-nya yang terus dibangun. "Nah kita di NTT saat ini tengah mengembangkan itu, guna mengejar berbagai ketertinggalan yang ada," ujar Laiskodat.

Masalah SDM Unggul ini menjadi persoalan serius bagi bangsa Indonesia, sehingga pemerintah pun sampai mewacanakan perekrutan rektor asing untuk memimpin perguruan tinggi di dalam negeri. Namun, menurut akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang, wacana tersebut bukan jawaban terhadap upaya meningkatkan sumber daya manusia (SDM) di dalam negeri.

"Wacana yang dilontarkan oleh pemerintah merekrut rektor asing untuk memimpin perguruan tinggi di Indonesia, menurut saya bukan jawaban terhadap upaya meningkatkan kualitas SDM Indonesia ke depan, sebab rektor bukan penentu kualitas pendidikan, namun banyak instrumen yang terlibat seperti dosen, mahasiswa, sarana dan prasarana penunjang serta budaya akademik." katanya.

Sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi, kewenangan rektor dibatasi oleh periodesasi sesuai statuta perguruan tinggi. "Maka kehadiran rektor asing yang dibatasi oleh periodesasi tidak akan mampu mengubah wajah out put menjadi lebih baik," kata Ahmad Atang.

"Dalam dunia perguruan tinggi, rektor bukan tugas pokok akan tetapi tugas tambahan, tugas pokok justru adalah dosen. Jika ingin meningkatkan kualitas akademik bukan transfer rektor, namun tranfer dosen asing yang lebih penting, karena dosen akan beraudiensi dengan mahasiswa dalam proses membagi ilmu," ujarnya.

Disini akan terjadi interaksi keilmuan antara mahasiswa dan dosen, sementara antara rektor dengan mahasiwa hanya terjadi relasi administratif bukan keilmuan. Karena itu, gagasan pemerintah untuk merekrut rektor asing perlu dipikir ulang, karena Indonesia tidak butuh managemen tapi butuh ilmuwan.*

Baca juga: Menristekdikti dorong rektor asing masuk universitas swasta dulu

Baca juga: Perekrutan rektor asing terhambat 14 PP, kata Menristekdikti

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019