Samarinda (ANTARA News Kaltim) - Terkait suara seniman Samarinda yang menginginkan dilakukan Musyawarah Daerah (Musda) dalam menentukan pengurus Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kaltim, perlu dilakukan kajian mendalam terutama menyangkut aturan yang ada.
"Boleh saja dilakukan Musda tapi dasar hukum yang mengatur itu tidak ada. Apalagi Musda harus melibatkan dewan kesenian di kabupaten dan kota, sedangkan hirarki DKD Kaltim dengan dewan kesenian di kabupaten atau kota tidak ada," ujar Ketua Harian DKD Kaltim, Djohansyah Balham di Samarinda, Senin.
Djohansyah yang didampingi Sekretaris I DKD Kaltim, Hamdani melanjutkan, jika dilakukan Musda, maka dia khawatir justru hasilnya akan cacat, karena selain tidak memiliki aturan dan dasar hukum, hubungan antara DKD Kaltim dengan Dewan Kesenian di daerah-daerah hanya merupakan hubungan koordinasi.
Menurutnya, ada perbedaan antara organisasi seniman dengan nama DKD Kaltim dengan organisasi kemasyarakatan lainnya. Kalau organisasi lain atau partai politik, memiliki hirarki mulai kabupaten/kota, provinsi, bahkan hingga pusat sehingga perlu dilakukan Musda dalam memilih susunan kepengurusan.
Sedangkan Dewan Kesenian (DK) tidak, DK di provinsi dilantik oleh gubernur, dan DK di daerah-daerah dilantik oleh bupati atau wali kota, sehingga kalau ada pemilihan pengurus, satu sama lain tidak saling terlibat.
Dikatakan bahwa berdasarkan sejarah pembentukan DK yang dimulai dari Konggres Seniman pada 1995 di Medan adalah, organisasi seniman dengan nama DK harus melibatkan unsur pemerintah dan para seniman.
Dalam konggres itu diamanatkan, bahwa jabatan ketua umum harus dipegang oleh orang yang duduk di pemerintahan dan berhubungan dengan kesenian, sedangkan para anggota atau orang-orang yang akan duduk dalam kepengurusan, pejabat di pemerintahan itu yang akan menentukan.
Berdasarkan pada hasil konggres itulah, kemudian pihaknya membentuk DKD Kaltim. Sejak saat itu hingga kepengurusan periode 2006-2011, aturan itu tidak berubah dan belum pernah ada yang mencoba untuk mengubahnya.
"Pak Gubernur Kaltim sesuai aturan yang ada, sudah menentukan kepengurusan DKD Kaltim periode 2012-2017, tiba-tiba ada seniman yang protes, katanya penentuan ini tidak melalui musyawarah, padahal kami di DKD sudah bermusyawarah sehingga nama calon ketua yang telah dimusayawarahkan itu kami serahkan ke gubernur," ujar Hamdani.
Dikatakannya bahwa nama-nama yang diusulkan kepada gubernur untuk menjadi Ketua DKD Kaltim antara lain, Mugni Baharuddin yang merupakan Kepala Disnaker Kaltim yang juga seniman, H Musyahrim yang juga Kepala Dinas Pendidikan Kaltim, dan Encik Widyani Anggota DPRD Kaltim.
Setelah mendengarkan dan membaca sejumlah nama yang diusulkan DKD Kaltim itu, gubernur lantas memutuskan nama Mugni Baharuddin sebagai Ketua Umum, sedangkan nama-nama lain yang diusulkan masih masuk dalam kepengurusan DKD Kaltim.
Kertas HVS yang merupakan usulan seniman itu kemudian mendapat perbaikan dari gubernur melalui tulisan tangannya. Gubernur juga memberikan disposisi untuk Asisten III/Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kaltim.
"Isi disposisi yang dikeluarkan gubernur adalah, yakni Ass III/Kadisbudpar, tolong disempurnakan. Dalam disposisi itu tidak ada menyinggung Musda sehingga kami menilai tidak perlu dilakukan Musda," ujar Djohansyah Balham. (*)