Chengdu/Chongqing (ANTARA News) - Bagi rakyat China bulan Oktober tahun
ini bukan sekadar bulan perayaan Hari Nasional yang dirangkai dengan
Festival Kue Bulan yang sudah menjadi tradisi untuk menyambut datangnya
musim dingin.
Kendatipun kesibukan di jalan-jalan utama tidak seperti biasa
karena banyak warga pergi ke luar kota atau luar negeri untuk mengisi
liburan selama sepekan pada penghujung awal bulan ini, Kota Beijing
tetap terlihat semarak.
Rangkaian bunga raksasa aneka warna yang dipajang di tengah Lapangan Tiananmen menambah semarak pemandangan Kota Beijing.
Tidak hanya di Ibu Kota, namun hampir seluruh daratan Tiongkok
berbalut warna merah karena dominasi bendera nasional senada dengan
warna bendera Partai Komunis yang menguasai negeri itu sejak 1949.
Jadilah bulan Oktober tahun ini tidak seperti bulan-bulan Oktober
tahun-tahun sebelumnya, bahkan tahun-tahun mendatang, karena pada tahun
ini digelar Kongres ke-19 Partai Komunis China.
Ruh kongres lima tahunan itu juga merasuk ke seluruh pelosok
negeri, termasuk Desa Pingle, wilayah terpencil di Provinsi Sichuan.
Masyarakat perkampungan yang berjarak sekitar 65 kilometer sebelah
baratdaya Ibu Kota Sichuan di Chengdu itu menjadikan bulan besar
tersebut untuk bersenang-senang.
Beragam kegiatan digelar warga perkampungan kuno di tepi Sungai
Baimo yang lestari sejak Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Qing
(1644-1911).
Tidak heran jika perkampungan kuno Pingle tersebut menjadi
"jujugan" wisatawan yang rindu akan suasana pecinan masa lampau, mulai
dari jembatan kuno yang menghubungkan perkampungan di kedua sisi sungai,
sistem irigasi, model bangunan rumah, penataan pasar tradisional,
lapak-lapak kedai minum, hingga kerajinan anyaman bambu yang dapat
dipesan langsung dari pengrajinnya.
Tanpa terasa tiga jam sudah mengelilingi perkampungan itu hingga seorang pemandu mengingatkan waktunya kembali menuju kota.
Lambaian tangan warga Pingle pun melepas kepergian sekelompok
diplomat dari Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika yang terkesan dengan
budaya setempat.
Antara Satu-satunya
Desa Pingle merupakan salah satu tempat yang didatangi 17 diplomat
asing yang sedang menapaktilasi Jalur Sutera di wilayah barat daya
daratan Tiongkok pada 16-22 Oktober 2017.
Di antara delegasi yang terdaftar dalam rombongan safari ribuan mil
dari Beijing itu, Antara merupakan satu-satunya delegasi dari kalangan
media.
"Program 2017 Diplomats Revisiting the Silk Road sangat
istimewa karena menghadirkan Antara sebagai satu-satunya media dalam tim
delegasi," kata Zhang Shudan, salah satu pemandu dari Kementerian Luar
Negeri China.
Menurut dia, Antara juga mewakili Indonesia yang dalam program
tahun ini Kedutaan Besar RI di Beijing tidak mengirimkan satu pun
delegasi.
"Tentu kami berterima kasih karena Antara juga mewakili Indonesia dalam program ini," ujarnya.
Pada hari pertama, Senin (16/10), para delegasi dari Yunani, Swiss,
Italia, Polandia, Ceko, Kazakhstan, Belarusia, Indonesia, Malaysia,
Vietnam, Laos, Mongolia, Ethiopia, Afrika Selatan, Chile, dan Argentina
itu mengunjungi museum Shu Brocade yang tidak hanya menyimpan koleksi
brokat dan kain sutera kuno, melainkan juga masih memproduksi kain tenun
dan bordir hingga kini.
Hari berikutnya para diplomat itu diajak bercengkerama dengan panda
di Pusat Penelitian dan Pengembangbiakan Panda Raksasa di Chengdu.
Mereka tidak saja melihat langsung panda-panda di taman terbuka, melainkan juga di tempat perawatan bayi-bayi panda.
Di penangkaran yang membutuhkan waktu tempuh sekitar 40 menit dari
pusat Kota Chengdu itu juga terdapat beberapa ekor panda merah yang
keberadaannya juga terancam punah.
"Meskipun di tempat ini ditumbuhi banyak bambu, tidak semuanya bisa
dijadikan makanan oleh panda," kata Kepala Divisi Pertukaran
Masyarakat, Kantor Urusan Luar Negeri Pemkot Chengdu, Wang Guangliang.
Menurut dia, hanya sepuluh jenis bambu di seluruh daratan Tiongkok
yang bisa dikonsumsi panda. Selebihnya bambu-bambu didatangkan dari
Australia untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Tempat tersebut bukan satu-satunya karena Provinsi Sichuan dikenal
dunia sebagai tempat penangkaran panda yang paling ideal. Bahkan
baru-baru ini Sichuan juga mengirimkan sepasang panda ke Taman Safari
Indonesia di Bogor, Jawa Barat.
Namun karena lokasinya yang mudah dijangkau dari pusat kota dan
bandar udara, maka Pusat Penelitian dan Pengembangbiakan Panda Raksasa
di Chengdu banyak dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun
mancanegara.
"Pada hari biasa tidak kurang dari 30 ribu orang mengunjungi tempat
ini. Akan lebih ramai lagi kalau pada akhir pekan, libur Hari Nasional,
Tahun Baru Imlek, dan libur musim dingin," ujar Wang.
Setelah dijamu makan siang oleh Direktur Jenderal Urusan Luar
Negeri Pemkot Chengdu, Jiang Bin, Selasa (17/10), rombongan delegasi
yang dipimpin Duta Besar Yunani untuk China Leonidas C Rokanas bergerak
menuju stasiun kereta api internasional khusus angkutan barang (CIRP).
Di tempat itu para delegasi menyaksikan aktivitas bongkar-muat dan
pergerakan kereta barang dari wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara
menuju wilayah Eropa.
Pengiriman barang dari China ke Jerman dengan menggunakan kereta api hanya membutuhkanan waktu 10 hari.
"Wow! Jauh lebih singkat ketimbang menggunakan kapal yang butuh
waktu hingga sebulan," kata Ludovit Katuscak dari Kedutaan Besar Ceko.
Biaya pengiriman barang dengan menggunakan kereta api itu pun hanya
sepertiga dari biaya kapal sebagaimana penjelasan seorang juru bicara
CIRP.
Setelah empat hari berada di Chengdu yang diakhiri dengan
mengelilingi lokasi irigasi Dujiangyan yang dibangun sejak 2270 tahun
silam, rombongan delegasi bergerak menuju Chongqing.
Perjalanan Chengdu-Chongqing yang berjarak sekitar 400 kilometer
hanya ditempuh dalam waktu kurang dari 1,5 jam dengan menggunakan kereta
cepat.
Dirjen Urusan Luar Negeri Pemkot Chongqing, Wu Kangming, menyambut para delegasi dengan jamuan makan siang.
Rangkul Jabar
"Senang sekali bertemu dengan Anda. Kami sedang ada kerja sama
dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat loh," kata Wu saat mengajak
bersulang Antara di sela-sela jamuan makan siang itu.
Deputi Dirjen Urusan Luar Negeri Pemkot Chongqing, Tang Wen,
kemudian menimpali bahwa pemerintahnya sangat berminat menyelesaikan
proyek pembangunan monorel di Bandung.
"Kami ingin berkolaborasi dengan Jabar dalam berbagai bidang, termasuk menyelesaikan proyek monorel di Bandung," ujarnya.
Chongqing yang memisahkan diri dari Provinsi Sichuan merupakan kota
industri penting dan berpenduduk terpadat di wilayah barat daratan
Tiongkok.
Kota itu menjadikan Provinsi Jabar sebagai mitra pentingnya di
Indonesia karena dianggap memiliki persoalan yang sama dalam hal
urbanisasi.
Angkutan umum di Kota Chongqing terdiri dari kereta bawah tanah
(subway), kereta api antarkota, bus, dan jaringan monorel terbesar di
dunia.
Pada bulan Mei 2007, Pemkot Chongqing telah menginvestasikan dana
senilai 150 miliar RMB selama 13 tahun untuk menyelesaikan sistem yang
memadukan jalur metro bawah tanah dengan monorel berat.
Hingga 2017, empat jalur subway telah terhubung dengan monorel
menuju Bandar Udara Internasional Jiangbei dan wilayah pusat Kota
Chongqing.
Pada akhir tahun ini, satu jalur subway lagi akan mulai beroperasi dan hingga 2020 akan ada 93 unit stasiun baru.
Bandara Jiangbai yang merupakan salah satu bandara tersibuk di
China dengan tiga terminal dan tiga landasan pacu paralel telah melayani
rute domestik dan internasional ke London, Los Angeles, Moskow, Doha,
Dubai, Seoul, Bangkok, Phuket, Osaka, Singapura, Chiang Mai, Phnom Penh,
Bali, Batam, Tokyo, Kuala Lumpur, Roma, dan Helsinki.
"Inilah pentingnya Safari Jalur Sutera. Ide Belt and Road yang
digagas Presiden Xi Jinping bukan berorientasi pada ekonomi semata,
melainkan juga menjadi penghubung antarmasyarakat di kawasan dalam
berbagai bidang," kata Dubes Leonidas Rokanas selaku ketua tim delegasi
menutup rangkaian kegiatan yang berlangsung selama tujuh hari itu. (*)
Menyusuri Jalur Sutera Bersama Para Diplomat
Senin, 30 Oktober 2017 9:54 WIB