Samarinda (ANTARA) - Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman, Rizky Yudaruddin mendapat pengakuan sebagai salah satu dari dua persen ilmuwan berpengaruh di dunia versi Stanford University berkat penelitiannya terkait dampak perang dan konflik geopolitik terhadap perilaku investor global.
“Sebenarnya saya tidak menyangka bisa sampai ke titik ini, saya hanya fokus meneliti, menulis, dan berkolaborasi, tetapi ketika hasilnya diakui secara internasional, tentu itu membanggakan, bukan hanya untuk saya pribadi, tapi juga untuk Universitas Mulawarman (Unmul),” ujarnya di Samarinda, Senin.
Ia menyampaikan pencapaian tersebut merupakan buah dari konsistensi selama tiga tahun terakhir yang terus aktif melakukan publikasi internasional yang kemudian tercatat dalam SINTA Score.
Indikator produktivitas penelitian dan publikasi ilmiah dosen itu menempatkan namanya di peringkat pertama se-Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
Faktor yang membuatnya menonjol di kancah global adalah keunikan topik penelitian yang relevan dengan situasi dunia saat ini.
Bersama tim peneliti dari Amerika, Dubai, Turki, dan Malaysia, ia mendalami bagaimana perang dan konflik geopolitik memengaruhi perilaku para investor.
"Kami meneliti perang Rusia-Ukraina, Israel-Hamas, sampai ketegangan antara AS dan kelompok Houthi," jelas Rizky.
Ia menemukan sebuah anomali yang menarik di tengah eskalasi konflik tersebut.
Saat konflik meningkat, investor justru berbondong-bondong masuk ke sektor energi, terutama pada perusahaan pengayaan uranium.
Menurutnya, di balik sebuah konflik ternyata terdapat peluang ekonomi yang tidak dilihat oleh semua orang.
“Tapi perang dagang? Itu merembes ke semua negara, apalagi negara yang punya surplus perdagangan dengan Amerika, termasuk Indonesia. Mereka yang paling bereaksi,” katanya.
Dari riset tersebut, ia mengungkap bahwa sektor makanan dan minuman justru menjadi penyelamat di tengah ketegangan perdagangan.
Logikanya sederhana, berapa pun tarif yang dikenakan, manusia tetap membutuhkan makanan dan minuman untuk bertahan hidup.
"Jadi, industri makanan dan minuman tetap diminati investor, bahkan tumbuh di tengah ketegangan perdagangan internasional," tambahnya.
Hal ini menjadi temuan yang menarik, karena secara teori seharusnya semua sektor ikut tertekan akibat perang dagang.
Lebih dari sekadar angka dan grafik, penelitian Rizky juga menawarkan refleksi mendalam bagi kebijakan pemerintah. Ia menemukan bahwa stabilitas militer yang terjaga dapat menenangkan investor.
Akan tetapi, jika penguatan militer dilakukan secara berlebihan, hal itu justru berpotensi memicu perlombaan senjata baru.
“Kami masih mencari titik keseimbangan ini, negara perlu kuat agar stabil, tapi juga harus bijak agar tak menimbulkan eskalasi baru,” tuturnya.
