Balikpapan (ANTARA) - Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim) melalui tim satgas pangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) menemukan praktik kecurangan distribusi beras kemasan yang dijual dengan label premium, padahal mutunya hanya setara beras medium.
"Itu merupakan tindak pidana perlindungan konsumen karena mutu beras yang dikemas tidak sesuai dengan keterangan pada labelnya," kata Direktur Krimsus Polda Kaltim Kombes Pol Bambang Yugo Pamungkas saat konferensi pers di Mapolda Kaltim, Jumat (25/7).
Dia mengemukakan, pengungkapan itu dilakukan pada 16 Juli 2025, setelah tim Satgas Pangan menemukan indikasi penjualan beras yang tidak sesuai mutu berdasarkan label kemasan.
"Ada dua merek dalam kemasan beras 5 kilogram yang kami temukan, yaitu Rambutan dan Mawar Sejati," ujar Bambang.
Petugas kemudian melakukan penyelidikan di gudang milik CV SD di Balikpapan, dan menyita total 800 karung beras kemasan 5 kilogram. Rinciannya, 300 karung merek Rambutan dan 500 karung merek Mawar Sejati, dengan total berat 4 ton atau 4.000 kilogram.
Bambang mengatakan hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa beras tersebut tidak memenuhi syarat mutu beras premium.
Butir patah, menir, butir kuning, dan kadar air menjadi beberapa indikator yang mengonfirmasi bahwa kualitas beras hanya setara beras medium.
"Faktanya, kualitasnya tidak sesuai label premium. Ini bisa menyesatkan konsumen yang menganggap mereka membeli beras kualitas tinggi," ujarnya.
Bambang menambahkan, sebagian dari barang bukti kini ditempatkan di ruang penyimpanan barang bukti di pengadilan sebagai bagian dari proses hukum.
Sementara sisanya dikembalikan ke pasar dengan catatan hanya boleh dijual sesuai harga eceran tertinggi (HET) untuk beras medium.
"Yang dikembalikan ke pasar harus dijual dengan HET sesuai ketetapan pemerintah. Tidak boleh lagi menggunakan label premium," katanya.
Untuk diketahui, HET untuk beras medium ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) sebesar Rp12.500 per kilogram untuk Zona I, Rp13.100 untuk Zona II, dan Rp13.500 untuk Zona III.
Namun, Bambang mengungkapkan bahwa distributor sempat menjual beras tersebut dengan harga Rp16.400 per kilogram jauh di atas batas HET meski harga kulaknya dari Sulawesi Rp14.000.
"Jelas ini bentuk praktik dagang yang tidak jujur. Keuntungan yang mereka ambil terlalu tinggi, ditambah label tidak sesuai kualitas," katanya.
Dalam kasus ini, polisi telah memeriksa enam orang saksi dari pihak pelapor dan pelaku usaha, namun belum ada penetapan tersangka.
Menurut Bambang, penyidik masih mendalami keterlibatan pihak terkait dalam alur distribusi dan pengemasan.
Kepolisian juga menyita sejumlah barang bukti tambahan seperti nota pembelian, buku catatan distribusi, dokumen legalitas perusahaan, dan hasil uji laboratorium untuk memperkuat penyidikan.
“Ini bukan soal layak atau tidak dikonsumsi. Berasnya aman, tetapi yang kami tindak adalah kecurangan dalam label dan perbedaan mutu yang merugikan konsumen,” ujar Bambang.
Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Yuliyanto menambahkan bahwa kasus ini menjadi pelajaran penting bagi pelaku usaha agar tidak bermain-main dengan informasi pada label produk, khususnya kebutuhan pokok.
"Kalau kualitas medium, ya harus dijual dan dilabeli sebagai medium. Jangan premium, karena akan menyesatkan konsumen dan menyalahi aturan," katanya.
Langkah Polda Kaltim ini juga merupakan bentuk tindak lanjut arahan Presiden RI Prabowo Subianto dan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam menjaga stabilitas harga dan perlindungan konsumen.
Kasus ini disidik berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 62 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) huruf e dan f tentang pencantuman informasi yang menyesatkan dalam label dan kemasan produk.
