Samarinda (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) optimistis mampu menurunkan prevalensi stunting dari 22,02 persen pada 2024 menjadi 14 persen di akhir tahun 2025 ini, karena adanya kolaborasi yang kuat antar-instansi dan lembaga mulai dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota.
"Sedangkan Pemprov Kaltim melalui berbagai organisasi perangkat daerah -OPD- yang dimotori oleh dinas kesehatan, ditambah dukungan dari BKKBN terus melakukan intervensi stunting," ujar Staf Ahli Gubernur Kaltim Bidang SDA, Perekonomian Daerah dan Kesejahteraan Rakyat Arief Mardiyatno di Samarinda, Ahad.
Dalam hal ini, lanjutnya, ada banyak kegiatan konkret yang dilakukan, antara lain menggandeng kabupaten/kota menguatkan peran kader pos pelayanan terpadu (posyandu) untuk konvergensi stunting, karena posyandu merupakan salah satu fasilitas layanan yang tersebar di desa-desa maupun kelurahan.
Sedangkan kegiatan yang dioptimalkan dalam posyandu seperti pemberian vitamin dan makanan tambahan bergizi, kunjungan ke rumah keluarga yang memiliki balita tapi tidak datang ke posyandu, dan edukasi ke masyarakat tentang pola asuh maupun pola makan sehat, bergizi, dan seimbang.
Pihaknya juga sudah melakukan sejumlah kegiatan bersama-sama dengan BKKBN Kaltim seperti meluncurkan Program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), yakni program untuk ayah angkat atau ibu angkat yang peduli terhadap pencegahan hingga penanggulangan stunting.
Dalam kaitan ini, tanggung jawab orang tua asuh dibagi dua, yakni bantuan nutrisi dan non-nutrisi. Untuk non-nutrisi seperti pembuatan akses air bersih, pembuatan jamban, kemudian pemberdayaan keluarga, utamanya pelatihan ekonomi serta pemahaman pola asuh.
Sedangkan tanggung jawab terkait nutrisi adalah mencukupi kebutuhan atau tambahan gizi bagi bayi usia dua tahun ke bawah yang terindikasi stunting, kemudian tambahan gizi bagi bagi keluarga yang berpotensi melahirkan anak stunting.
Kerja sama lintas sektor menjadi penekanan Pemprov Kaltim karena dalam mengatasi masalah stunting tidak bisa diselesaikan sendiri, namun harus bersama lintas sektor baik antara OPD satu dengan lainnya di lingkungan provinsi hingga kabupaten dan kota.
"Stunting bukan cuman permasalahan gizi, namun banyak faktor lain yang mempengaruhi, seperti masalah air bersih, sanitasi, faktor ekonomi, hingga pola asuh. Semua ini perlu pendekatan berbeda, sehingga harus melibatkan banyak pihak sesuai dengan kewenangan dan keahlian masing-masing," kata Arief.