Samarinda (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kalimantan Timur (DPMPD Kaltim) menyatakan, pengakuan terhadap keberadaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) di sejumlah wilayah di Kaltim merupakan bagian dari penghormatan negara kepada mereka.
"Pengakuan dan Perlindungan MHA menjadi isu penting di tingkat nasional dan di tingkat daerah, sebagai wujud pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B ayat (2)," ujar Kabid Pemberdayaan Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat DPMPD Kaltim Roslindawaty di Samarinda, Kamis.
Ayat (2) tersebut berbunyi "Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang".
Sepanjang 2024, lanjutnya, telah dilakukan verifikasi teknis dan validasi terhadap delapan dokumen Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat oleh Panitia (PPMHA) di Provinsi Kaltim.
Sebanyak delapan dokumen tersebut berasal dari Kabupaten Kutai Kartanegara dua dokumen, yaitu calon MHA Kutai Adat Lawas dan calon MHA Punan Bekatan.
Kemudian di Kabupaten Kutai Timur ada enam dokumen calon MHA. Keenamnya berada di Kecamatan Muara Wahau, yakni MHA Wehea Nehas Liah Bing, MHA Wehea Deabeq, MHA Diaq Lay, MHA Wehea Bea Nehas, MHA Wehea Jak Luway, dan MHA Wehea Long Wehea.
Sedangkan hari ini, lanjut ia, digelar Penguatan PPMHA untuk dua kabupaten, yakni Kutai Kartanegara dan Kutai Timur, untuk menyamakan persepsi, peningkatan kinerja, koordinasi lintas sektor, dan kolaborasi dalam upaya percepatan pemberian pengakuan terhadap MHA.
Sementara Ketua Yayasan Bioma Akhmad Wijaya, pihak yang menggelar giat tersebut mengatakan, PPMHA di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kutai Timur sebelumnya telah melakukan beberapa kegiatan untuk percepatan pengakuan MHA.
"Namun akibat berbagai kendala teknis dan administratif, kegiatan oleh tim panitia belum optimal. Salah satu aspek kritis dalam proses pengakuan MHA adalah di aspek wilayah adat dan hutan adat," kata Jaya.
Berdasarkan permasalahan tersebut, lanjut ia, Yayasan Bioma dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), dengan dukungan DPMPD Kaltim melakukan peningkatan kapasitas bagi PPMHA agar delapan calon MHA tersebut bisa ditetapkan sebagai MHA.