Nilai tukar petani (NTP) di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang sudah terpuruk diangka 94,58 pada Mei 2019, pada bulan Juni tahun yang sama kembali terpuruk diangka 94,27 atau terjadi penurunan 0,32 persen ketimbang bulan sebelumnya.


"Angka keseimbangan NTP adalah 100, jika NTP di bawah 100 berarti daya beli petani rendah jika di atas 100 berarti daya belinya tinggi atau petani masih untung dari hasil penjualan pertanian," ujar Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kaltim Atqo Mardiyanto di Samarinda, Selasa.

Jika NTP dilihat per subsektor pada Juni 2019, maka Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) sebesar 92,69, Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) 93,38, Nilai Tukar Petani Tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) 82,01, Nilai Tukar Petani Peternakan (NTPT) 109,79, dan Nilai Tukar Petani Perikanan (NTNP) sebesar 104,59.

Pada Juni 2019, lanjutnya, hanya ada dua subsektor pertanian yang mengalami peningkatan NTP, yaitu subsektor hortikultura yang naik 0,59 persen, kemudian subsektor perikanan naik 0,46 persen.

Sedangkan subsektor tanaman pangan, tanaman perkebunan rakyat dan peternakan masing-masing mengalami penurunan NTP dengan persentase sebesar 0,17 persen, 1,17 persen, dan 0,91 persen.

Seiring dengan terjadinya penurunan NTP, berimbas pula dengan Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) Kaltim di bulan yang sama juga turun 0,22 persen, yakni dari 106,92 pada Mei menjadi 106,69 pad Juni 2019.

"Terdapat tiga subsektor pertanian yang mengalami peningkatan NTUP pada Juni lalu, yaitu subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan subsektor perikanan," ucap Atqo.

Menurut dia, NTP yang diperoleh dari perbandingan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) terhadap Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib), merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan/daya beli petani di perdesaan.

NTP juga menunjukkan daya tukar dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi, sehingga makin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula daya beli petani.

"Sedangkan NTP Kaltim pada Juni 2019 yang sebesar 94,27 itu, berarti petaninya mengalami defisit atau penurunan daya beli karena harga yang mereka bayar mengalami kenaikan lebih cepat ketimbang harga yang mereka terima," katanya.

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Abdul Hakim Muhiddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2019