Kuala Lumpur (Antaranews) - Berita terungkapnya penggunaan data 50 juta pengguna Facebook di Amerika Serikat tidak mengejutkan karena  
perusahaan inilah yang dianggap menyukseskan kemenangan Presiden Donald Trump pada Pemilu yang lalu.

Dosen Cyberlaw di International Islamic University Malaysia yang juga Konsultan untuk Komisioner Perlindungan Data Pribadi di Malaysia, Dr. Sonny Zulhuda mengemukakan hal itu saat menanggapi persoalan tersebut di Kuala Lumpur, Kamis.

Warga Negara Indonesia (WNI) tersebut mengatakan walau sepak terjang konsultan Pemilu sudah sering didengar namun kali ini kita mendapatkan fakta gamblang bagaimana analisa big data (big data analytics) dilakukan.

"Yang menjadi kegundahan dan kegaduhan adalah bahwa data analytics tersebut dilakukan berdasarkan data pribadi pengguna media sosial yang tidak pernah diberitahu bahwa datanya akan dipakai untuk keperluan komersil seperti konsultan Pemilu tersebut," katanya.

Data-data pribadi pengguna Facebook sangat luas dan mendalam mulai dari data identitas (nama, tanggal lahir, nomor KTP/Jaminan Sosial), data historis (asal daerah, pendidikan, pekerjaan, karir), data geografis (tempat tinggal, perjalanan, komunikasi).

Kemudian biologis (gambar wajah dan anatomi tubuh yang memaparkan tinggi dan berat badan, wana kulit, rambut dan mata).

"Hingga data lainnya seperti preferensi, anggota keluarga, pilihan politik, pertemanan dan lain-lain. Intinya data pengguna Facebook sangat tinggi nilainya," katanya.

Namun, karena penggunaan data di Facebook utamanya bertujuan "hanya" untuk pertemanan sosial maka segala penggunaan lain yang tidak sejalan dengan dunia pertemanan sosial itu menyalahi rambu etika dan hukum.

"Pengguna Facebook sebagai pemilik data tersebut harus diberitahu dan memberi izin jika data tersebut digunakan untuk keperluan lain," katanya.

Yang jadi masalah sekarang adalah, ujar dia, Facebook secara sepihak membolehkan data penggunanya dieksploitasi oleh pihak ketiga untuk keperluan penelitian, namun setelah itu terjadi keteledoran sehingga data tersebut dikomersilkan oleh pihak lain yang menjalankan bisnis konsultan politik, yaitu Cambridge Analytica.

"Mark Zuckerberg sendiri telah mengakui kesalahan yang dilakukan oleh Facebook dalam wawancaranya dengan CNN tadi malam. Bahkan mereka mengaku tidak bisa menyalahkan pengguna Facebook atas alasan 'persetujuan terhadap pihak ketiga' seperti yang dilakukan oleh salahsatu petingginya beberapa hari yang lalu," katanya. (*)

Pewarta: Agus Setiawan

Editor : Didik Kusbiantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2018