Samarinda (ANTARA Kaltim) -  Polisi menyita sejumlah aset bernilai ratusan miliar milik sekretaris Komura, terkait dugaan praktik pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda, Kalimantan Timur.

"Kami telah menyita sejumlah aset milik tersangka DH yang menjabat sebagai sekretaris Komura. Aset yang kami sita itu nilainya ratusan miliar rupiah," kata Kapolda Kaltim Inspektur Jenderal Polisi Safaruddin, kepada wartawan di Samarinda, Senin.

Ia merinci, aset yang disita itu diantaranya, sembilan mobil mewah, tujuh motor, lima rumah mewah, dua bidang tanah serta deposito bernilai ratusan miliar.

Penyitaan aset sekretaris Komura berinisial DH itu kata Safaruddin, merupakan tindak lanjut dari penyidikan yang dilakukan Bareskrim terhadap dugaan praktik pungutan liar yang dilakukan koperasi pengelola tenaga kerja bongkar muat di Pelabuhan Peti Kemas Palaran itu.

"Aset milik DH itu diduga kuat sebagai hasil pemerasan terkait aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda. Pengembangan masih terus kami lakukan dan saya pastikan, jumlah tersangka akan bertambah sebab tidak mungkin uang yang dikelola Komura yang mencapai ratusan miliar itu hanya dinikmati oleh satu sampai dua orang saja," terang Safaruddin.

Polisi lanjut Safaruddin, telah menjadwalkan pemeriksaan kepada Ketua Komura Jaffar Abdul Gaffar.

"Pemeriksaan terhadap Ketua Komura akan dilakukan pada Rabu (22/3). Dia akan diperiksa sebagai saksi," ujar Safaruddin.

Kapolda menegaskan, akan mengusut tuntas dugaaan praktik pemerasan, tindak pidana korupsi hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Peti Kemas Palaran tersebut.

Polisi tambah ia, akan bekerja sama dengan pihak perbankan dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut dan menelusuri aliran dana yang diduga mencapai ratusan miliar dari aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda.

"Kami akan telusuri aliran dananya kemana dan siapapun yang terlihat akan diproses hukum. Tidak mungkin, dana sebesar itu yang mencapai ratusan miliar hanya dimikmati segelintir orang saja. Jadi, kami akan telusuri itu," tegas Safaruddin.

Dugaan pemerasan dan pungutan liar itu dilakukan Komura kata Safaruddin, dilakukan dengan manarik biaya bongkar muat kepada pengguna jasa pelabuhan, dengan membuat perjanjian secara sepihak.

"Mereka memaksa para pengguna jasa untuk membayar biaya bongkar muat dengan cara melakukan rapat dan mendatangkan massa untuk menekan perusahaan agar membayar biaya bongkar muat, padahal di Pelabuhan Peti Kemas Palaran itu sudah menggunakan mesin. Disitulah unsur pemerasannya yakni memaksa orang untuk membayar padahal mereka tidak bekerja sama sekali. Padahal, tanpa kehadiran Komura, aktivitas pelabuhan bongkar muat tetap berjalan karena sudah menggunakan sistem mesin," jelas Safaruddin.

Bahkan lanjut Kapolda, dari hasil pemeriksaan, ada perusahaan yang diminta membayar minimal Rp3 miliar per bulan kepada pihak koperasi tersebut.

Polisi lanjut ia, juga tengah mendalami adanya pemerasan terhadap sejumlah perusahaan kelapa sawit dan batu bara yang dimintai biaya oleh pihak koperasi tersebut.

"Kami juga mendalami pemeriksaan terhadap sejumlah pengusaha sawit yang punya CPO dan batu bara yang ditarik pungutan karena alasannya Komura memiliki tenaga kerja namun setelah ada kofeyor batu bara pekerja mereka menganggur," tuturnya.

"Kami akan bekerja sama dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan asosiasi pengusaha batu bara yang telah diperas oleh pihak korepasi itu," tegas Safaruddin.

Pengungkapan dugaan praktik pungutan liar di Pelabuhan Peti Kemas Palaran Samarinda itu dilakukan tim gabungan Bareskrim Mabes Polri bersama Polda Kaltim dan Polresta Samarinda, pada Jumat (17/3).

Pada pengungkapan tersebut, tim gabungan yang juga dikawal personel Brimob Polda Kaltim menyita uang Rp6,1 miliar, dua unit CPU serta sejumlah dokumen.

Tim Bareskrim dan Polda Kaltim juga sempat mengamankan 15 orang untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

Kapolda Kaltim Inspektur Jenderal Polisi Safaruddin mengatakan, pengungkapan dugaan praktik pungutan liar itu berdasarkan laporan masyarakat ke Bareskrim Polri.

"Laporan yang masuk ke Bareskrim dan Polda Kaltim menyebutkan bahwa biaya yang dikeluarkan pengguna jasa cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan di Surabaya, Jawa Timur, biaya untuk satu kontainer hanya Rp10 ribu sementara disini (Samarinda) untuk kontainer 20 feet dikenakan tarif Rp180 ribu dan yang 40 feet sebesar Rp350 ribu. Jadi, selisihnya lebih dari 180 persen," terangnya.

"Secara sepihak mereka dengan mengatasnamakan koperasi menerapkan tarif tenaga kerja bongkar muat (TKPM) tinggi. Padahal, di Pelabuhan Peti Kemas Palaran itu sudah menggunakan mesin atau `crane` tetapi mereka meminta bayaran namun tidak melakukan kegiatan buruh," jelas Safaruddin.(*)

Pewarta: Amirullah

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2017