Di SMPN 22 Balikpapan, suasana belajar terasa begitu hidup dan berbeda. Anak-anak tidak hanya duduk di kelas menghadap papan tulis, melainkan berlarian di lapangan sekolah, penuh tawa, melompat, dan merancang strategi.
Mereka sedang mengikuti Permata (Pembelajaran Permainan Tradisional), sebuah inovasi yang memadukan permainan tradisional dengan literasi dan numerasi.
Program ini digagas oleh Kepala Sekolah SMPN 22 Balikpapan, Sunarmi, yang juga menjabat sebagai Fasilitator Daerah untuk Manajemen Berbasis Sekolah, sebuah inisiatif dari Tanoto Foundation.
Dengan Permata, belajar terasa lebih hidup. Anak-anak tidak sekadar menjawab soal, tapi bergerak, berdiskusi, dan menemukan jawaban bersama.
“Melalui permainan yang sederhana, anak-anak belajar memahami teks, memecahkan soal, menyusun strategi, sekaligus membangun rasa kebersamaan. Semua itu adalah fondasi penting untuk literasi, numerasi, dan pembentukan karakter Pancasila,” ujar Sunarmi, Kepala SMPN 22 Balikpapan sekaligus Fasilitator Daeerah Tanoto Foundation.
“Anak-anak juga lebih interaktif, lebih senang, karena belajar sambil bermain,” kata Sunarmi.
Baca juga: Pemkab Kukar dan Tanoto Foundation kembangkan pendidikan prasekolah
Belajar dari ular tangga hingga dakon
Beberapa permainan tradisional dipilih sebagai media utama dalam Permata, yaitu ular tangga, engklek, enggrang batok, bakiak hulahoop, hingga dakon. Sarana ini menjadi alat belajar yang menyenangkan bagi siswa dan guru.
Dalam permainan ular tangga, setiap kotak diisi dengan soal literasi dan numerasi. Anak-anak diajak membaca teks singkat, menafsirkan informasi, hingga menyelesaikan soal bangun ruang.
Jawaban yang benar membuat mereka bisa melangkah maju, sementara jawaban yang keliru mengharuskan kelompok untuk mencari solusi bersama.
Engklek pun disulap menjadi sarana belajar yang menyenangkan. Selain melatih motorik dan keseimbangan, setiap kotak engklek berisi soal literasi singkat.
Dengan begitu, setiap lompatan bukan sekadar permainan, tetapi juga kesempatan untuk memahami dan menjawab pertanyaan yang menantang.
Sementara itu, dakon menjadi media yang tepat untuk melatih kemampuan numerasi. Anak-anak belajar berhitung, memperkirakan langkah, dan menyusun strategi sederhana.
Lewat biji-biji kecil yang dipindahkan dari satu lubang ke lubang lain, mereka tidak hanya berlatih logika, tetapi juga mengasah kecermatan dan kesabaran. Dengan cara ini, literasi dan numerasi tidak lagi terasa berat, melainkan hadir alami dalam permainan yang dekat dengan keseharian anak-anak.
Baca juga: Tanoto Foundation dan Pemkab Tana Tidung sinergi wujudkan pendidikan berkualitas
Literasi dan numerasi jadi menyenangkan
Melalui Permata, murid terbiasa membaca instruksi, memahami soal, dan menyampaikan jawaban dengan jelas. Keterampilan literasi ini tumbuh karena anak-anak harus aktif berkomunikasi dalam kelompok.
Sementara itu, numerasi hadir dalam bentuk berhitung, mengukur, membuat pola, dan menyusun strategi matematis. Dengan dakon, mereka berlatih logika; dengan ular tangga, mereka belajar memahami soal cerita; dengan engklek, mereka berlatih menghubungkan simbol dengan makna.
"Setiap sekolah memiliki area lapangan yang tidak hanya digunakan untuk upacara, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk metode belajar inovatif. Melalui permainan tradisional, kita bisa mengintegrasikan literasi, numerasi, dan bahkan teknologi, seperti penggunaan barcode digital,” jelas Sunarmi.
Sunarmi menyebut hak anak adalah belajar sambil bermain. Dengan dukungan program pelatihan Tanoto Foundation, guru didorong untuk mengembangkan metode pengajaran yang kreatif dan interaktif. (Adv)
Editor : Imam Santoso
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2025