Samarinda, (ANTARAKaltim) -  Enam unit truk milik TNI AD siang itu konvoi membawa 12,5 ton sembako dari Markas Komando Resort Militer (Makorem) VI/Mulawarman, Samarinda, Kalimantan Timur, menuju Melak, Kabupaten Kutai Barat.

Mereka membawa beras, gula, mi instan, dan obat-obatan, pada tanggal 28 Oktober 2014.

Sejumlah sembako dari Pemprov Kaltim itu akan diserahkan kepada 10 desa di Kaltim yang berada di kawasan perbatasan Malaysia, tepatnya di Kecamatan Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu.

Enam unit truk tersebut seharusnya mengantar langsung sembako ke Long Apari. Akan tetapi, karena tidak ada akses jalan menuju kawasan perbatasan itu, sembako harus diantar ke Melak terlebih dahulu. Dari Melak, sembako kemudian diangkut menggunakan helikopter yang juga milik TNI untuk diterbangkan ke Long Apari.

Pemberian sembako itu adalah bantuan yang kali pertama dilakukan Kaltim semenjak bergulirnya isu eksodus atau isu akan pindahnya warga di 10 desa tersebut ke Serawak, Malaysia bagian timur. Isu kepindahan mereka karena merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah sendiri.

Bukti dari tidak adanya perhatian pemerintah di Long Apari, antara lain hingga kini untuk menuju kawasan itu sangat sulit. Misalnya, dari Samarinda tidak bisa langsung menggunakan kendaraan darat sehingga harus pindah menggunakan jalur sungai atau jalur udara.

Kondisi inilah yang menyebabkan harga berbagai komoditas di kawasan itu menjadi relatif sangat mahal. Misalnya, satu botol bensin yang tidak genap 1 liter harganya bisa mencapai Rp30 ribu. Satu karung beras berisi 25 kg bisa mencapai Rp600 ribu.

Kemudian, satu sak semen harganya berkisar antara Rp500 ribu dan Rp700 ribu, atau bergantung pada kondisi pasang surut air sungai. Makin surut sungai dan makin sulit dilalui speed boat, maka harga akan makin tinggi. Begitu pula dengan harga lainnya yang juga relatif tinggi.

Kepala Badan Pengelola Kawasan Perbatasan, Pedalaman, dan Daerah Tertinggal (BPK2DT) Provinsi Kaltim Frederik Bid, saat turut melepas truk-truk TNI dari Samarinda menuju Mahulu membawa sembako siang itu, mengatakan, "Ketika mendengar ancaman 10 desa di Mahakam Ulu (Mahulu), tim di Kaltim langsung naik helikopter bersama TNI ke lokasi untuk memantau dan mendengar langsung, apa yang menyebabkan warga ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)."

Setelah pihaknya melakukan pertemuan dengan perwakilan warga di 10 desa, mendapatkan jawaban apa yang menjadi penyebab mengapa sampai mereka mengancam ingin pindah warga negara.

Masalah utamanya adalah warga di 10 desa tersebut menjerit karena lapar akibat adanya beberapa faktor, seperti kemarau yang berkepanjangan dan minimnya infrastruktur di kawasan itu sehingga menyebabkan berbagai bahan kebutuhan pokok harganya relatif sangat tinggi.

"Untuk menanggulangi sementara tentang jeritan mereka akibat lapar tersebut, pada hari ini kami bekerja sama dengan TNI AD memberangkat enam truk membawa 12,5 ton sembako ke 10 desa di perbatasan itu," kata Frederik kala itu.

Jumlah sembilan bahan pokok (sembako) dari Pemprov Kaltim tersebut belum termasuk bantuan sembako dan obat-obatan yang diberikan oleh Pemkab Mahakam Ulu yang jumlahnya sekitar 5 ton.

Adapun 10 desa yang hendak memisahkan diri dari NKRI tersebut semuanya berada di Kecamatan Long Apari, sebuah kecamatan yang berbatasan darat dengan Malaysia, yakni Desa Long Pananeh I, Long Pananeh II, Long Pananeh III, Tiong Ohang, Tiong Bu`u, Noha Tifab, Long Apari, Long Kerioq, Noha Silat, dan Desa Noha.

Isu ancaman eksodus dan akan mendirikan bendera Malaysia di Long Apari pada pekan pertama Oktober 2014 itu kemudian menyita perhatian banyak pihak, tidak hanya oleh Pemprov Kaltim, tetapi juga oleh pemerintah pusat.

Misalnya, perhatian dari Menteri Desa, Pengembangan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar. Pada tanggal 11 November lalu, Marwan mengatakan bahwa kementeriannya akan turun tangan mencegah penduduk 10 desa di Long Apari berpindah kewarganegaraan atau menjadi warga Malaysia.

Untuk mengatasinya, kementerian yang dipimpinnya akan membentuk program khusus terkait hal itu. Karena permasalahan di Long Apari bukan sekadar rencana berpindah kewarganegaraan, melainkan merupakan hal yang kompleks, baik dari sisi ekonomi maupun sosial.

"Apabila dibandingkan dengan negara tetangga, kondisi di daerah perbatasan di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Jalanan di sini jelek, sementara di sana bagus. Pelayanan kesehatan di sini jelek, di sana bagus," katanya kala itu.





Diawali Telekomunikasi

Sebagai langkah awal perhatian pemerintah dalam membangun perbatasan agar warganya tidak "berteriak" lagi, kemudian dilakukan pecepatan beroperasinya menara telekomunikasi. Sejatinya menara tersebut sudah berdiri pada tahun 2012. Akan tetapi, karena kerja sama dengan operator belum diselesaikan, menara itu belum bisa difungsikan karena tidak ada jaringan.

Berdrinya menara telekomunikasi di perbatasan itu dilakukan melalui kerja sama Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Kaltim dengan TNI Angkatan Darat melalui sistem swakelola.

Semenjak adanya isu eksodus itu, kemudian percapatan operasional menara telekomunikasi dilakukan. Alhasil, pada tanggal 15 Desember 2014, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara hadir langsung ke Tiong Ohang, Long Apari, untuk meresmikan menara telekomunikasi di kawasan itu.

Dalam kesempatan itu, Rudiantara memberi apresiasi besar kepada Pemprov Kaltim atas komitmennya membuka keterisolasian akses jaringan telekomunikasi, terutama di kawasan perbatasan negara yang berada di wilayah Kaltim dan Kaltara.

Kaltim dinilai tidak sebatas membangun infrastruktura berupa menara telekomunikasi perbatasan, tetapi juga mengawal hingga menghadirkan layanan telekomunikasi tersebut bagi masyarakat.

"Apresiasi buat Kaltim, terutama Pak Sani (Kepala Diskominfo Kaltim) yang selalu mengingatkan saya kapan pasang pemancar. Hampir setiap hari Pak Sani mengingatkan saya melalui SMS kapan memasang BTS (base transceiver station atau perangkat jaringan telekomunukasi)," katanya.

Hal itu dikatakan Rudiantara saat berkomunikasi dengan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak melalui video conference (v-con) atau e-blusukan dalam acara peresmian operasional menara telekomunikasi perbatasan. Saat itu Rudiantara di Tiong Ohang, sementara Awang Faroek di Samarinda.

Saat peresmian itu, Rudiantara didampingi Pj. Bupati Mahulu M.S. Ruslan, Kepala Diskominfo Kaltim Abdullah Sani, sejumlah perangkat desa di perbatasan, dan sejumlah tokoh masyarakat setempat.

Sementara itu, Gubernur Kaltim bersama jajaran Pemprov Kaltim melakukan e-blusukan dari Samarinda, kemudian Pj. Gubernur Kaltara Irianto Lambrie beserta jajaran melakukan e-blusukan dari Kota Tarakan karena dua menara telekomunikasi di perbatasan Kaltara yang juga ikut diresmikan saat itu.

Rudiantara mengatakan bahwa dukungan Menkominfo mendorong PT Telkom dan Telkomsel melalui Tim T-Sel Merah Putih mempercepat pemasangan BTS juga didasari melihat besarnya komitmen Pemprov Kaltim.

Meskipun akses dari dan menuju lokasi pembangunan menara telekomunikasi perbatasan di wilayah Kaltim dan Kaltara terbilang sulit, Tim T-Sel tetap mampu menyelesaikanya sesuai dengan target, yakni harus operasional sebelum 25 Desember sebagai kado Natal dan Tahun Baru 2015 masyarakat perbatasan.

Kegiatan ini, lanjut dia, merupakan bagian program pemerintah untuk hadir hingga pelosok Nusantara. Tiong Ohang termasuk bagian NKRI. Oleh karena itu, kebutuhan telekomunikasinya juga harus dipenuhi.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan sarana Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di kawasan perbatasan. Itu sebabnya, pemenuhan sarana TIK akan dilakukan secara bertahap. Untuk sementara, pemerintah sudah meyediakan fasilitas internet di Kantor Camat Long Apari di Desa Tiong Ohang.

Dengan operasionalnya fasilitas seluler, Menteri Rudiantara berharap desa kawasan perbatasan lebih maju dari segi ekonomi lantaran layanan telekomunikasi dinilai dapat menunjang aktivitas ekonomi masyarakat.

Misalnya, aktivitas ekonomi masyarakat mengambil dan menjual sarang burung walet terhambat sulitnya akses transportasi dan komunikasi.

Dengan ada telepon, masyarakat bisa komunikasi kapan mereka bisa jual, yakni untuk menyesuaikan harga saat kondisi baik. Kalau sekarang, mereka menjual saja, padahal harga lagi turun sehingga merugikan masyarakat.



Hari Bersejarah

Peresmian operasional menara telekomunikasi perbatasan oleh Menkominfo merupakan hari bersejarah bagi masyarakat di kawasan perbatasan. Masyarakat kawasan perbatasan dinilai baru merdeka dari keterisolasian akses jaringan telekomunikasi setelah 69 tahun Indonesia merdeka.

"Ini adalah hari bersejarah bagi warga perbatasan di Kaltim dan Kaltara. Setelah 69 tahun merdeka, ini yang pertama masyarakat perbatasan bisa komunikasi dengan menteri, gubernur, bupati, dan wali kota se- Kaltim dan Kaltara," kata Awang Faroek Ishak via v-con kala itu.

Tebukanya keterisolasian akses telekomunikasi tersebut, kata Gubernur, merupakan bentuk perhatian pemerintah bagi masyarakat di beranda depan NKRI.

Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat tersebut, bahkan akan terus diupayakan hingga tidak ada lagi daerah di Kaltim yang tidak terhubung akses jaringan telekomunikasi.

Gubernur juga minta dukungan TNI untuk menuntaskan masalah area tanpa jaringan telekomunikasi di Kaltim. Tentara Nasional Indonesia diminta melakukan pemetaan wilayah yang masih blankspot, kemudian ditetapkan sebagai sasaran pembangunan menara telekomunikasi yang akan direncanakan.

Pemprov Kaltim, kata dia, telah berkomitmen menghadirkan infrastruktur secara merata dan berkeadilan hingga kawasan perbatasan. Khusus infrastruktur telekomunikasi, ditargetkan seluruh wilayah Kaltim harus dapat berkomunikasi, alias tidak boleh ada yang blankspot.

Ia mengatakan bahwa terbukanya komunikasi akan dapat membuka berbagai peluang usaha masyarakat sehingga program Kaltim dalam membuka keterisolasian akses jaringan telekomunikasi sekaligus bermanfaat untuk memicu pembangunan daerah.

Selanjutnya, untuk menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat, dia akan menghadirkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kaltim di kecamatan paling ulu Sungai Mahakam ini, yakni Kecamatan Long Apari dan Kecamatan Long Pahangay, Kabupaten Mahakam Ulu.

Jajaran PT Telkom dan Telkomsel yang juga berperan atas operasionalnya menara telekomunikasi perbatasan diharapkan tidak hanya menghadirkan layanan telekomunikasi, tetapi juga mampu menghadirkan layanan informasi menyeluruh bagi masyarakat kawasan perbatasan.

"Mulai 2015, semua harga pertanian dan harga pupuk bisa diakses petani menggunakan telepon genggamnya. Jika Tekomsel siap, kami akan teken MoU," kata Gubernur menantang Telkomsel.(*)

Pewarta: M.Ghofar

Editor : Rahmad


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Timur 2014