Sangatta (ANTARA News - Kaltim) - Prof Anne Russon dari York University Kanada lebih mengkhawatirkan penyakit manusia menular ke orangutan ketimbang manusia tertular penyakit orangutan.
“Ini adalah zona terluar Taman Nasional Kutai (TNK) yang bisa menerima tamu. Jangan sampai orangutan tertular penyakit manusia, dan saya tidak peduli orang tertular penyakit orangutan. Karena ini tugas saya menjaga populasi orangutan Morio sebagai populasi langka yang hanya ada di Kaltim ini,†kata Peneliti York University, Prof Anne Russon, di Stasiun Penelitian Orangutan Camp mentoko Bendili Kutai Timur, Rabu lalu.
Penyakit orangutan 99 persen hampir sama dengan manusia, demikian dikatakan Prof Anne yang rela bolak-balik Kanada-Indonesia selama 23 tahun sejak 1980 ini. Hal itu disampaikan saat ditemui di sela-sela tracking kawasan penelitian TNK sebagai camp penelitian orangutan di Mentoko Bendili
“Orangutan ketika sakit akan sembunyi sampai sehat, karena seperti di Sumatera ada harimau. Saya sendiri belum pernah melihat orangutan mati disini. Tetapi saya pernah melihat foto orangutan mati di Kalbar, ceritanya dia sedang sakit, jalan kaki di kayu rebah, terjatuh,†urai Profesor York University ini.
Seperti manusia, orangutan juga ketika sakit diobati obat manusia, contoh combatrin.
TNK diibaratkan pusat belanja, kebun buah bagi orangutan. Dikarenakan orangutan sebagai satwa spesies pemakan buah, daun, kulit serangga untuk memenuhi kebutuhan protein dan lemak.
“Orangutan yang sudah dipelihara manusia butuh belajar 8-9 tahun untuk bisa hidup mandiri di alam. Ibarat belajar kayuh sepeda, jika dibelajari sejak kecil akan lebih mudah dibanding jika belajar sudah dewasa,†ujar Anne sembari menyebutkan ada tiga asisten mahasiswa S2 dari York University dan sekaligus meneliti di TNK dan mereka zero gaji.
Anne yang telah fasih berbahasa Indonesia ini,menyebutkan sulit untuk mengembalikan orangutan ke alam setelah dipelihara manusia.
“Contoh jika orangutan sebelumnya makan hamburger ketika akan dilepas ke alam, maka harus dimundurkan dari semua kegiatan manusia,†ujar Anne.
Perilaku orangutan seperti manusia. Ketika remaja, mereka susah diomongin orang tua. Mereka lebih percaya dengan sesama remaja.
Usia orangutan di hutan berkisar 50 tahun dan dalam kebun binatang bisa 60 tahun.
Menyukai Sungai
Kawasan penelitian Kutai Orangutan Project (KOP) di sisi Utara batas TNK. Aktivitas penelitian difokuskan pada kawasan seluas 4-5 km2 disepanjang sisi selatan sungai Sangatta.
“Orangutan menyukai air. Selalu ketika ada air maka ada tumbuhan. Semikin tinggi dari permukaan laut maka makin langka buah. Meski ada bukit disini tidak ada buah,†terang Anne didampingi Manajer Penelitian Purwo mahasiswa asal Indonesia yang sedang menempuh S2 di York University.
“Mereka akan senang jika ada air, sinar matahari dan tumbuhan,†tegas Anne yang mengangap TNK dan Kaltim rumah keduanya.
Dari pengalaman penelitian 15 tahun di Kalimantan, selalu orangutan ada di habitat pinggiran sungai. Antara lain Tanjung Selor dikelilingi sungai, Sengkong dan Gendang terletak di pinggiran sungai.
Orangutan Menjelajah
Pongo Pygmaeus Morio TNK ditemui menjelajah lebih jauh dibandingkan informasi yang ada saat ini. Mereka melakukan migrasi musiman kepedalaman .
Orangutan termasuk orangutan betina, cukup sering dijumpai melakukan pergerakan dan mencari makan dipermukaan tanah.
“Morio memilih rute pergerakan mencari makan yang efisien dan beberapa individu berbagi rute standard yang sama,†terang Anne saat mendampingi tracking tamu peresmian stasiun penelitian orangutan di Camp Mentoko Bendili Kutai Timur.
Pongo Pygmaeus Morio banyak dijumpai didalam dan disekitar kawasan penelitian, 27 ekor dijumpai dalam waktu 16 bulan penelitian.
Seluruh orangutan yang dijumpai berada dalam kondisi sehat dan berreproduksi secara normal.
“Pernah mereka bikin sarang dibelakang pos. Pernah juga selama dua minggu bikin sarang di pinggir sungai,†terang Anne Russon.
TNK mengalami kebakaran dua kali, tahun 1982 dan 1997. Saat ini habitat TNK telah berangsur-angsur pulih dari kebakaran hutan dan perburuan. Pemulihan habitat ini mendukung berbagai spesies flora dan fauna penting, termasuk spesies yang terancam punah.
“Beberapa hari lalu ada dua jenis tumbuhan baru,†imbuhnya.
Anne Russon saat membututi orangutan, kadang seharian hingga malam hari. Dia memberikan tip dalam mengikuti orangutan, jarak yang harus dijaga minimal 10 meter dari obyek.
“Kalau orangutan diam, itu artinya aman. Tetapi kadang kita harus waspada jika mereka mulai melakukan vokalisasi, lempar kayu, lari dan sembunyi. Artinya mereka merasa terusik dan kita harus jaga jarak,†tip Anne.
Orangutan akan sembunyi di lereng, semak dan bambu. Ketika mereka sembunyi atau lari itu sebagai tanda bahaya.
“Saat duduk dan sembunyi, orangutan bisa memutari kita. Bisa dipahami laiknya manusia, saat panik mereka akan agresif,†kata Anne semangat.
Anne dan tim dalam memudahkan rute penelitian atau kembali ke camp, membuat transek, setiap jarak 700 meter diberi tanda.
Sebanyak 1450 pohon teridentifikasi, dengan diameter minimal 10 cm. Kayu ulin tercatat 800 pohon, ada beberapa pohon ulin raksasa ditemukan dilokasi penelitian.
Pencapaian lokasi penelitian, tamu harus menyusuri hulu sungai Sangatta naik perahu ketinting.
Kondisi stasiun penelitian orangutan, terdapat mess, kamar mandi, balai pertemuan, dapur, sumber mata air, genset sebagai sumber penerangan.
Prof Anne mengestimasi populasi orangutan di Kalimantan mencapai 50 ribu dan dia ilustrasikan bisa masuk memenuhi senayan Jakarta.
Penelitian orangutan atau (KOP) merupakan proyek penelitian orangutan berkolaborasi dengan TNK untuk mendukung pelestariannya.
Kegiatan utama KOP adalah penelitian jangka panjang pada orangutan morio (pongo pygmaeus) di TNK terkait dengan pola penggunaan habitat misalnya sumberdaya, orientasi ruang dan perubahan musim.
Sekaligus pengawasan habitat, monitoring keanekaragaman hayati, kegiatan pendidikan (penyadartahuan, pelatihan), memberi saran mengenai konservasi dan manajemen orangutan.
Interaksi Manusia Bisa Jadi Hambatan Pelestarian Orangutan
Senin, 1 Agustus 2011 23:53 WIB