Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan
menilai operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK atas Kajari Pamekasan Rudi
Indra Prasetya dapat dianggap sebagai tanda kegagalan Jaksa Agung dalam
melakukan pembinaan jajarannya.
Pengawasan di internal kejaksaan juga masih belum berjalan dengan
optimal karena hingga saat ini terbukti bahwa institusi kejaksaan belum
bersih dari praktik korupsi, kata Ketua Pengurus LBH Keadilan Abdul
Hamim Jauzie dalam siaran persnya, Kamis.
KPK pada Rabu (2/8) melakukan OTT atas Kepala Kejaksaan Negeri
Pamekasan Rudi Indra Prasetya beserta Bupati Pamekasan Achmad Syafii,
Kepala Inspektorat Pamekasan Sutjipto Utomo, Kepala Desa Dassok Agus
Mulyadi, dan Kabag Administrasi Inspektur Pamekasan Noer Solehhoddin.
Kelima orang itu saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Abdul Hamim mengatakan LBH Keadilan mengapresiasi KPK yang terus menunjukan prestasinya dalam pemberantasan korupsi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, sejak 2008 telah ada enam Jaksa yang ditangkap KPK, yakni:
1. Urip Tri Gunawan (Kejaksaan Agung) yang tertangkap basah menerima
suap senilai US$ 660 ribu atau setara Rp6 miliar dari Artalyta Suryani
(orang dekat Sjamsul Nursalim) pada 2 Maret 2008.
Ia juga menerima suap dari mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) Glenn Yusuf melalui pengacara Reno Iskandarsyah senilai
Rp1 miliar.
Urip divonis hukuman 20 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 4 September 2008.
Urip terbukti menerima uang terkait dengan jabatannya sebagai
anggota tim jaksa penyelidik perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI).
Bantuan itu diberikan kepada Bank Dagang Nasional Indonesia milik Sjamsul Nursalim.
Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan vonis 20 tahun bui terhadap Urip pada 28 November 2008.
Sedangkan Mahkamah Agung, pada 11 Maret 2009, menolak permohonan
kasasi Urip. Jumat, 12 Mei 2017, Urip akhirnya keluar dari penjara
karena mendapat pembebasan bersyarat dari Kemenhukham.
2. Fahri Nurmalo (Kejati Jawa Tengah) yang juga ketua tim
jaksa yang menangani kasus korupsi penyalahgunaan dana BPJS Kabupaten
Subang, Jawa Barat, diduga menerima suap Rp 528 juta dari Ojang (Bupati
Subang) agar namanya tidak disebut dalam perkara yang menjerat Jajang di
Kejati Jawa Barat.
Gahti dan Ojang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
pada 11 April 2016. Pada 2 November 2016, majelis hakim Pengadilan
Tipikor Bandung akhirnya memvonis jaksa Fahri 7 tahun penjara dan denda
Rp 300 juta subsider kurungan empat bulan.
3. Devianti Rohaini (Kejati Jawa Barat), seorang jaksa penuntut umum di Kejati Jawa Barat, bersama jaksa Fahri menerima
uang suap dalam penanganan kasus korupsi penyalahgunaan dana BPJS
Kabupaten Subang, Jawa Barat. Uang tersebut diberikan secara langsung di
ruang kerja Devi, yang berlokasi di lantai 4 kantor Kejati Jabar.
Saat Devi ditangkap pada 11 April 2016, petugas KPK menemukan uang yang diduga hasil pemberian Lenih sebesar Rp 528 juta.
Pada 2 November 2016, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung
akhirnya memvonis jaksa Devi 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta
subsider kurungan empat bulan.
4. Farizal (Kejati Sumatra Barat), yang merupakan jaksa di Kejaksaan Negeri Padang, pada 26 September 2016 ditahan KPK.
Farizal diduga menerima suap Rp365 juta dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto.
Uang yang diberikan Xaveriandy itu untuk mengatur perkara yang disidangkan di Pengadilan Negeri di Padang.
Dalam kasus tersebut, Farizal bertindak seolah-olah sebagai
penasihat hukum Xaveriandy dengan cara membuatkan eksepsi dan mengatur
saksi-saksi yang menguntungkan.
Kasus ini juga menyeret ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman.
Pada 5 Mei 2017, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Padang memvonis Farizal 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4
bulan penjara serta wajib membayar uang pengganti Rp 335,6 juta.
5. Parlin Purba (Kejati Bengkulu), pada 9 Juni 2017, KPK
menangkap Kepala Seksi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu ini di salah
satu resto di Objek Wisata Pantai Panjang, Kota Bengkulu.
KPK juga menangkap pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Balai Wilayah
Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu, Amin Anwari, dan Direktur
PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo Murni Suhardi.
Suap yang diberikan kepada Parlin diduga berhubungan dengan
pengumpulan data dan bahan keterangan indikasi korupsi terkait dengan
proyek pembangunan irigasi yang berada di bawah Balai Wilayah Sungai
Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu.
Saat operasi tangkap tangan, tim KPK menyita barang bukti berupa
uang senilai Rp 10 juta. Diduga, sebelumnya Parlin telah menerima uang
sebesar Rp 150 juta. Proses hukum masih berjalan.
6. Kajari Pamekasan yang telah ditetapkan sebagai tersangka
bersama empat orang lainnya termasuk Bupati Pamekasan. Achmad, Sutjipto,
Agus, dan Noer disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1
huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Rudy disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b
atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Suap itu diberikan Agus kepada Rudy untuk mengamankan laporan
penanganan kasus oleh Kejari Pamekasan terkait dengan pengadaan di
desanya yang menggunakan dana desa dengan nilai proyek Rp100 juta. (*)
OTT Kajari Pamekasan Bukti Kejaksaan Belum Bersih
Kamis, 3 Agustus 2017 9:25 WIB