Jakarta (ANTARA News) - Tokoh kebangsaan Ahmad Syafii Maarif mengatakan
setiap warga negara harus menghargai dengan lapang dada kebhinnekaan
bangsa Indonesia.
"Kebhinnekaan itu harus kita hargai dalam diri
kita masing-masing, jangan ada pemaksaan. Juga harus ada toleransi
otentik yang tidak dibuat-buat," kata Syafii di Jakarta, Selasa.
Ia mengakui paham radikal dan terorisme merupakan ancaman bagi
kebhinnekaan karena merasa paling benar dan tidak segan menyerang pihak
yang berbeda.
Menurut dia, sangat tidak logis kelompok-kelompok radikal seperti
ISIS atau Boko Haram di Nigeria mengklaim sebagai bagian dari Islam,
agama yang notabene sangat toleran.
"Bahkan ada dalam bacaan salah satu ayat Al Quran disebutkan orang
atheis pun berhak hidup di atas bumi. Artinya perbedaan itu adalah hak,
sehingga kita harus saling menjaga, bukan saling meniadakan," kata Buya,
sapaan akrabnya.
Ia menyayangkan dengan maraknya radikalisme dan terorisme banyak
ayat-ayat Al Quran yang salah ditafsirkan. Ironisnya, penafsiran yang
salah itu digunakan untuk "meracuni" orang lain agar mengikuti ideologi
kekerasan ala kelompok radikal.
Menurut dia, kelompok teroris sesungguhnya menggunakan ajaran dari peradaban Arab yang sedang kalah, bukan ajaran Islam.
"Saya menyebutnya rongsongkan peradaban Arab. Ironisnya, rongsokan
peradaban yang sudah kalah di Arab itu justru dibeli di sini. Bodoh
sekali mereka itu. Semua terjadi karena wawasan, bacaan, dan pergaulan
mereka terbatas," ungkap pendiri Maarif Institute ini.
Dikatakannya, orang yang kalah gampang kalap. Harusnya supaya tidak
kalap, mereka belajar agama yang benar dan berlapang dada. Al Quran
harus dilihat secara keseluruhan karena di sana ada benang merah, bukan
dengan pemahaman yang dangkal dan sepenggal-sepenggal.
"Coba saja cari di Al Quran, apakah Islam mengajarkan teror? Tidak ada," kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu.
Syafii melihat terorisme di Indonesia selain dipicu pemahaman agama
yang salah juga akibat ketimpangan sosial ekonomi yang parah sehingga
seperti memunculkan rumput kering atau jerami kering yang mudah
terbakar. Ini terjadi karena terlalu dominannya asing menguasai ekonomi
negara ini.
"Saya khawatir betul karena ledakan ekonomi yang membuat kesenjangan
terlalu jauh akan berbuntut prahara sehingga apa yang kita bangun
selama ini akan berantakan," kata Syafii.
Ia memuji kebijakan Kepala BNPT Suhardi Alius yang menggunakan
pendekatan bahasa hati dan ekonomi dalam menjalankan penanggulangan
terorisme, terutama dalam mendekati dan merangkul mantan kombatan. Salah
satunya peresmian masjid Baitul Muttaqien dan Taman Pendidikan Anak
(TPA) di kampung bomber Bom Bali Amrozi cs yang dikelola Yayasan Lingkar
Perdamaian yang dipimpin mantan teroris, Ali Fauzi, beberapa hari lalu.
"Pendekatan berbahasa hati dan sosial ekonomi lebih utama. Mereka
anak-anak kita, bangsa kita yang mentalnya labil dan rentan pengaruh
dari luar. Pendekatan inilah yang membuat kelompok radikal sekarang
terlihat agak jinak," kata dia. (*)
Syafii: Kebhinnekaan harus Dihargai dengan Lapang Dada
Rabu, 26 Juli 2017 8:54 WIB