Jakarta (ANTARA News) - Ombudsman Republik Indonesia menemukan ratusan
komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merangkap jabatan sebagai
pelaksana pelayanan publik.
"Ombudsman melakukan penelusuran sementara dan mendapatkan di BUMN
atau badan sejenis masih terjadi rangkap jabatan sebagaimana dimaksud.
Dari 144 unit yang dipantau, ditemukan 541 komisaris yang 222 atau 41
persen merangkap jabatan sebagai pelaksana pelayanan publik," kata
anggota Ombudsman RI Bidang Ekonomi II Ahmad Alamsyah Saragih di
Jakarta, Kamis (4/5).
Data itu, kata dia, belum termasuk BUMD karena banyak pemerintah
daerah menempatkan Sekretaris Daerah sebagai komisaris BUMD.
"Di beberapa daerah masih ada yang menempatkan Kepala Dinas sebagai
Komisaris di BUMD. Temuan sementara ini masih dalam tahap verifikasi
dan konfirmasi oleh Ombudsman RI," kata Ahmad.
Menurut dia, berdasarkan tinjauan normatif Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pelaksana pelayanan publik dilarang
merangkap jabatan Komisaris pada BUMN/D di mana larangan tersebut
diatur pada Pasal 17 Undang-Undang Pelayanan Publik.
Selain tinjauan normatif, kata dia, tinjauan etik juga perlu
dilakukan namun hal ini memerlukan kerangka kepatutan berdasarkan
konsekuensi bahaya yang ditimbulkan.
"Hal ini penting untuk memastikan kepentingan publik lain yang
ingin dilindungi oleh pemerintah dengan menempatkan pejabat tertentu
menjadi komisaris di BUMN/D, yakni menjamin misi BUMN tersebut selaras
dengan misi pemerintah tetap dapat terjamin," kata Ahmad.
Oleh karena itu, kata dia, diperlukan pengaturan untuk mengurangi
potensi bahaya apabila pejabat aktif ditempatkan sebagai Komisaris
BUMN/D.
"Potensi bahaya yang diidentifikasi oleh Ombudsman adalah
terjadinya konflik kepentingan, penghasilan ganda, dan tidak kapabel,"
kata Alamsyah.
Ombudsman memandang diperlukan konsistensi terhadap peraturan yang ada terutama Undang-Undang Pelayanan Publik.
"Selain hal itu diperlukan penerapan standar etika bagi pejabat yang
merangkap jabatan dengan memitigasi kemungkinan terjadinya konflik
kepentingan, penghasilan ganda, dan tidak kapabel," kata dia lagi.
Dia
mengajukan dua opsi untuk pemerintah terkait rangkap jabatan. Pertama,
menerapkan kebijakan tidak ada rangkap jabatan untuk komisaris BUMN/D.
"Untuk itu pemerintah memilih perwakilan yang memiliki kualifikasi
yang jelas untuk menjalankan misinya dan menyampaikan pertanggungjawaban
kinerjanya secara terbuka kepada publik," kata Alamsyah.
Kedua,
mengangkat pejabat sebagai komisaris untuk BUMN tertentu yang dinilai
memiliki relasi kuat dengan fungsi publik instansi yang bersangkutan.
"Namun, pejabat tersebut tidak masuk kategori penyelenggara
pelayanan publik, tidak menerima imbalan maupun insentif lain dari
BUMN/D yang bersangkutan, memiliki kompetensi yang sesuai dengan misi
penempatan, dan kegiatan sebagai komisaris masuk dalam tugas dan fungsi
pejabat di instansi asal sehingga kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan
sebagai misi Kementerian atau lembaga yang dimaksud," tutup dia. (*)
Ombudsman Temukan Ratusan Komisaris BUMN Rangkap Jabatan
Jumat, 5 Mei 2017 9:20 WIB