"Lebih memilih bertani di kampung daripada kerja di kota?" itulah
sepenggal pertanyaan, bisa jadi keheranan, yang terlontar dari sejumlah
awak media ketika mendengar kisah Inan Alisanjaya pemuda 29 tahun yang
telah menjadi ketua kelompok tani di desanya.
Saat ini, bekerja di sektor pertanian bagi anak muda dinilai tidak
menarik, selain penghasilannya relatif rendah, bertani juga dianggap
kurang bergengsi dibandingkan menjadi buruh di pabrik atau pekerjaan di
kota lainnya.
Sehingga tidak mengherankan jika arus urbanisasi dari desa ke
kota-kota besar selalu meningkat dari tahun ke tahun, sementara di
perdesaan kekurangan tenaga kerja, khususnya usia muda, terutama di
sektor pertanian.
Namun daya tarik kota ternyata tidaklah menggoda pikiran Inan
Alisanjaya untuk meninggalkan desanya, Desa Singasari, Kecamatan
Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang bisa dibilang berhimpitan
dengan Kota Bogor, Bekasi maupun Ibu Kota Jakarta.
"Kalau kerja di pabrik ada ancaman pemecatan atau pensiun, kalau
jadi petani gak akan ada pemecatan ataupun pensiun. Saya lebih suka
bertani," ujarnya memberi alasan mengapa tidak berminat kerja di kota.
Terkait penghasilannya, Inan menyebutkan, sebulan dari bertani dan
beternak bisa memperoleh lebih kurang Rp5juta dan itu sangat cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-harinya bersama istri dan anak.
"Bahkan masih ada sisanya untuk ditabung," ujar Ketua Poktan Mekar Tani I itu.
Pemuda lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) itu mengakui sebelumnya
bekerja sebagai pegawai salah satu tempat wisata selama empat tahun,
namun kemudian memutuskan jadi petani karena melihat orangtuanya dapat
memperoleh keuntungan cukup besar dari pertanian dan peternakan.
Sejak 2014 kemudian dia aktif menjadi petani sekaligus peternak
secara mandiri, tidak lagi membantu orang tuanya, yang sudah
dilakukannya sejak kecil.
Menurut Inan, penghasilan utamanya didapat dari penjualan telur bebek, yang dia jual Rp2.000 per butir.
Dalam satu hari, tambahnya, bebek dapat menghasilkan sekitar 110 telur jika sedang dikandangkan dan diberi pakan yang mahal.
Namun, saat bebek sedang digembalakan, telur yang dihasilkan dapat menurun drastis hanya sebanyak 30 butir telur per hari.
Selain dari telur, peternak juga bisa mendapat penghasilan dari
penjualan daging bebek, ujarnya, satu bebek dihargai Rp45.000 per ekor
atau Rp60.000 untuk bebek yang sudah lebih tua.
Pada 2015 saat awal beternak itik, dia hanya menetaskan sebanyak 30
butir telur namun kini sudah berkembang menjadi 200 ekor
Saat ini dia memiliki lahan pertanian seluas 1000 meter persegi yang
dikelola sendiri sehingga tidak lagi menggantungkan pada lahan milik
orang tuanya.
Di Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor yang letaknya
hanya sekitar 40 km dari DKI Jakarta itu, usaha di sektor pertanian dan
peternakan memang masih banyak dilakukan warganya, meskipun pada umumnya
usianya sudah di atas 40 tahun.
Salah satunya Kanta, yang menggeluti usaha peternakan sapi selain
bertani sawah. Ketua Poktan Ternak Sapi Potong Mekar Tani II, itu
mengakui memiliki empat ekor sapi.
Saat ini, populasi sapi yang dimiliki Poktan Mekar Tani II sebanyak
235 ekor dengan beragam jenis, seperti limousin, simmental, dan
peranakan ongole.
"Setiap tahun, satu ekor sapi paling tidak melahirkan satu anak.
Tiga bulan setelah melahirkan, sapi-sapi ini akan disuntik inseminasi
buatan agar kembali bunting," ujarnya.
Kanta menuturkan, dari hasil penjualan pupuk dan hasil tanam
taninya, petani bisa memperoleh penghasilan kurang lebih Rp5 juta per
bulan.
Penghasilan tersebut, lanjutnya, akan bertambah saat sapi ternak
terjual, yang mana pada hari-hari biasa, satu ekor sapi biasanya usia
1,5 sampai 2 tahun dihargai sekitar Rp20 juta, sedangkan pada bulan
puasa atau Idul Adha bisa Rp27 juta.
Selain dari penjualan ternak, para petani masih bisa mengolah dan
menjual kotoran sapi menjadi pupuk, yang dijual per karung berisi 5
kilogram seharga Rp5.000.
"Dari penghasilan itu, saya dapat membangun rumah dan menyekolahkan
anak hingga (dia) menjadi guru. Hingga saat ini, (saya) sudah menjual 11
ekor sapi," ujar Kanta yang berusia 55 tahun itu.
Poktan Mekar Tani II yang diketuai Kanta telah menjadi juara I
kelompok peternakan tingkat Kabupaten pada 2013 dan ke depan, kelompok
tani ini diharapkan menjadi pemasok daging untuk pasar hewan Jonggol.
Keberhasilan Inan maupun Kanta menggeluti peternakan maupun bertani
ternyata mengundang minat anak mudah di daerahnya untuk menekuni usaha
di sektor tersebut, meskipun jumlahnya belum terlalu banyak.
"Saat ini, baru ada lima orang pemuda yang bergabung. Sebaiknya di
setiap poktan ada anak mudanya agar ada regenerasi peternak di Jonggol,"
ujar Penyuluh Pertanian di Kecamatan Jonggol, Jajang.
Jajang mengakui tidak mudah untuk menarik anak-anak muda menekuni
usaha di pertanian, oleh karena itu dirinya tidak berani menargetkan
terlalu banyak anggota kelompok tani di wilayah binaannya dari para
pemuda.
"Satu kelompok tani (ada) satu orang pemuda dulu (jadi anggota)
sudah baik. Biasanya mereka anak petani juga," ujar lelaki yang sudah 27
tahun jadi penyuluh itu. (*)
Memilih Mandiri dengan Bertani
Kamis, 9 Maret 2017 10:23 WIB