Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menargetkan pada tahun 2017 seluruh
masyarakat Indonesia sudah memiliki KTP elektronik (e-KTP).
Oleh karena itu, bagi warga yang belum melakukan perekaman data
kependudukan, diberikan tenggat waktu hingga akhir September 2016.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menyatakan sekitar 22
juta penduduk atau 12 persen dari 183 juta yang belum melakukan
perekaman e-KTP. Artinya, baru 161 juta penduduk, atau 88 persen yang
sudah terekam, baik yang tinggal di pedesaan maupun di perkotaan.
Pemberian tenggat waktu hingga akhir September 2016 oleh pemerintah
dilakukan untuk mendorong warga agar mau meluangkan waktu membuat e-KTP
dengan kesadaran sendiri.
Oleh karena itu, pemerintah tidak memberikan sanksi jika warga belum
membuat e-KTP hingga tenggat waktu 30 September 2016, karena masyarakat
membutuhkannya selama hidup.
"E-KTP itu berlaku seumur hidup, tetapi hampir setiap hari
pelayanannya mengikuti masyarakat. Orang yang baru menikah, masuk usia
dewasa, atau pindah alamat pasti mengajukan pembuatan KTP. Nah tenggat
waktu September itu hanya percobaan karena ini amanat undang-undang,"
katanya.
Mendagri mengungkapkan, masyarakat membutuhkan e-KTP karena Nomor
Induk Kependudukan (NIK) warga negara yang bersifat tunggal dibutuhkan
untuk akses berbagai pelayanan publik di Indonesia.
Salah satu tujuannya, agar pemerintah bisa segera menerapkan
e-voting atau pemilihan elektronik saat penyelanggaraan Pemilihan Kepala
Daerah 2017.
Di sisi lain, jika sampai batas wartu yang telah ditentukan, yakni
30 September 2016, warga belum melakukan perekaman e-KTP, maka mereka
tidak akan mendapatkan pelayanan publik.
Kemendagri mengungkap sejumlah konsekuensi yang diterima masyarakat
bila tak segera membuat e-KTP, yakni tidak dapat membuat Surat Izin
Mengemudi (SIM), tidak dapat membeli motor dan mobil, tidak dapat
membeli tiket kereta api, kapal, dan pesawat terbang, tidak dapat
menikah di Kantor Urusan Agama (KUA) dan Kantor Pencatatan Sipil, tidak
dapat menggunakan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Kesehatan/BPJS Ketenagakerjaan, tidak dapat membuat paspor, tidak dapat
menggunakan hak suara dalam Pemilu, tidak dapat membuat rekening Bank,
tidak dapat mengurus berkas kepolisian, serta tidak punya identitas
legal sebagai warga negara.
Hingga Juli 2016, sebanyak 92 lembaga telah bekerja sama dengan
Ditjen Dukcapil Kemendagri untuk memakai data kependudukan dalam upaya
meningkatkan pelayanan mereka, meskipun baru 60 lembaga yang aktif
mengakses data tersebut.
Selain itu, belum lama ini ada pula penambahan sepuluh anggota
Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo), sehingga
pemanfaatan data kependudukan ini menjadi lebih luas.
Atas dasar itu, pemerintah meminta masyarakat di seluruh wilayah
Tanah Air untuk segera mengurus pembuatan e-KTP, khususnya bagi yang
belum melakukan perekaman data kependudukan.
Bagi warga yang ada di wilayah pelosok, Kemendagri melalui Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) akan berupaya melakukan
"jemput bola" dengan mendatangi warga untuk melakukan perekaman data
kependudukan.
Kendala Peralatan
Sementara itu, sejumlah daerah yang
melaksanakan program percepatan perekaman data kependudukan dikabarkan
mengalami kendala teknis peralatan yang kurang memadai.
Padahal, untuk memaksimalkan perekaman data kependudukan hingga
tenggat waktu 30 September 2016, pemerintah tentu harus memastikan
kesiapan peralatan perekaman data terpenuhi.
Sejumlah kendala yang ditemui di lapangan terutama memang soal
peralatan. Beberapa perlengkapan mulai dari alat perekaman iris mata
untuk mendeteksi kornea seseorang, kamera, laptop, dan pendeteksi sidik
jari seharusnya dijamin memadai dan mencukupi, terutama di daerah.
Selain itu, blanko e-KTP juga harus tersedia secara merata di semua
wilayah di Tanah Air.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan terkendalanya
pelayanan perekaman data dalam KTP elektronik terganggu karena
keterbatasan alat dan server yang digunakan.
"Kemendagri berterima kasih atas partisipasi warga yang merekam
datanya dan menyampaikan maaf kalau belum bisa melayani secara optimal
di dinas-dinas kependudukan daerah dengan cepat. Mengingat
operasionalisasi mesin se-Indonesia baru ada 6.235 ribu alat, belum lagi
kendala lambannya server," kata Tjahjo.
Kemendagri menyatakan terbuka atas saran dan kritik dari masyarakat
dan akan memperhatikan setiap keluhan yang masuk. Mendagri juga
mengingatkan agar jika ada persoalan, para dinas kependudukan dan
pencatatan sipil (dukcapil) dapat memperbaikinya.
Hal itu juga sudah diingatkan Kemendagri melalui rapat koordinasi
dukcapil se-Indonesia yang diikuti sekitar 1.200 pejabat dukcapil
kabupaten/kota/provinsi se-Indonesia beberapa waktu lalu.
"Bagi daerah yang sekiranya belum optimal penyerapan anggaran akan
ditarik anggarannya ke pusat untuk prioritas cetak tambahan blangko
e-KTP. Setiap hari pasti ada pengajuan e-KTP baru. Misalnya warga yang
mengurus status bujangan menjadi menikah, warga yang pindah alamat, atau
warga yang baru memulai usia dewasa dan membutuhkan pengajuan e-KTP.
Semua itu harus dilayani," ujar Mendagri.
Tjahjo menambahkan, hingga Agustus 2016, pemerintah sudah mencetak
tambahan kartu 4,8 juta melalui tender. Tambahan kartu ini dikirim
bertahap ke berbagai daerah tingkat dua yang memerlukan.
Selain mengirimkan blanko kartu e-KTP, Kemendagri juga menugaskan
para petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten agar
menerapkan sistem "jemput bola" untuk di pedesaan dan daerah terpencil.
Kemendagri menyatakan pembatasan perekaman data kependudukan hingga
30 September 2016 merupakan sanksi yang dijatuhkan negara untuk
menjadikan penduduk Indonesia tertib, dikarenakan hingga 20 bulan
perpanjangan waktu yang diberikan Kemendagri, masih ada 22 juta penduduk
Indonesia yang tercatat belum merekam data untuk e-KTP.
Padahal, dalam Perpres Nomor 112 Tahun 2013 telah dinyatakan bahwa
mulai 1 Januari 2015 semua penduduk Indonesia harus sudah memiliki KTP
elektronik.
Blokir Situs
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan
Informatika atas permintaan Kementerian Dalam Negeri telah melakukan
pemblokiran terhadap situs yang menyatakan dapat melayani pengecekan
rekam data e-KTP, yakni http://ektp.cektkp.com, karena rawan bagi
penyalahgunaan data informasi penduduk.
Laman layanan pengecekan rekam data e-KTP tersebut yang meminta
masyarakat memasukkan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) bukan dibuat
oleh Kemendagri. Dengan demikian informasinya tidak bisa dipercaya.
Informasi tentang laman tersebut tersebar melalui berbagai media
sosial dan dikaitkan dengan adanya kebijakan pemerintah melakukan rekam
data e-KTP. Oleh karena itu, Kementerian Kominfo meminta masyarakat
tidak terpengaruh pesan hoax tersebut.
Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Zudan
Arif Fakrullah menegaskan pemerintah tidak pernah membuka data penduduk
agar dapat diakses oleh publik karena hal tersebut rawan penyalahgunaan.
Untuk itu, jika ingin mengecek data, masyarakat dapat langsung ke Dinas
Dukcapil di daerahnya.
"Kami berkoordinasi dengan Kominfo untuk mem-block situs tersebut karena meresahkan masyarakat," ujar Tjahjo.
Kemendagri menyatakan sudah mengecek situs palsu tersebut. Nomor
Induk Kependudukan (NIK) yang tertera pada situs tersebut hanya yang
berada di atas umur 17 tahun. Datanya dianggap tidak valid.
NIK yang tertera di Kemendagri lengkap, sedangkan yang pada situs
tersebut hanya dari umur 17 tahun ke atas. Selain itu, semua data yang
tertera pada situs itu adalah data-data yang lama.
Kemendagri juga telah bekerja sama dengan Kemenkominfo untuk memastikan bahwa data asli dari Kemendagri aman. (*)
Ayo, Rekam Data e-KTP
Senin, 5 September 2016 13:47 WIB
pemerintah tidak memberikan sanksi jika warga belum membuat e-KTP hingga tenggat waktu 30 September 2016, karena masyarakat membutuhkannya selama hidup