Serpong, Banten (ANTARA News) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan
Tinggi Mohamad Nasir menyatakan pendidikan tinggi Indonesia harus
direformasi agar siap menghadapi tantangan luar biasa baik dalam skala
nasional maupun global.
"Reformasi pendidikan tinggi merupakan
suatu keniscayaan pada saat ini ketika kita menghadapi beragam tantangan
luar biasa dalam skala lokal, nasional maupun global," kata Nasir saat
sambutan dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional di Serpong, Tangerang
Selatan, Senin.
Dia mengatakan melalui pendidikan tinggi,
pemerintah mempersiapkan sumber daya manusia ilmu pengetahuan dan
teknologi yang akan bersaing dalam pasar kerja nasional dan
internasional, serta demi memenuhi beragam tempat kerja.
"Bagaimana
mungkin lulusan kita akan memiliki kompetensi untuk bekerja di dunia
abad 21 jika penyelenggaraan pendidikan tinggi kita masih sama seperti
abad 19! Juga, kehadiran teknologi informasi komunikasi dan jaringan,
serta masyarakat ekonomi berbasis pengetahuan menyebabkan perubahan
paradigma penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak dapat ditawar lagi,"
kata dia.
Reformasi itu meliputi deregulasi, penyediaan
pendidikan yang fleksibel dan berorientasi pada siswa serta pangsa
pasar, perubahan kurikulum, penyediaan dosen, guru besar, dan tenaga
kependidikan yang profesional, pendidikan yang mengikuti perkembangan
ilmu dan teknologi, model bisnis pendidikan yang baru, orientasi pada
keterampilan yang teruji dan berdaya saing, pengembangan bidang ilmu
strategis, revitalisasi kelembagaan, kemampuan pendidikan tinggi untuk
menghasilkan riset dan inovasi yang kompetitif.
Menurut Nasir,
sudah banyak ragam inovasi yang dihasilkan dan dibanggakan Indonesia di
mana pada 2015 World Economic Forum menyatakan indeks inovasi Indonesia
mencapai 4,6 atau peringkat 30 dunia, sedangkan indeks inovasi
pendidikan tinggi adalah 4,0 atau peringkat 60 dunia.
"Kita masih
perlu bekerja secara inovatif, sehingga bisa meningkatkan peringkat
indeks inovasi pendidikan tinggi Indonesia di peringkat 56 pada tahun
2020, " kata mantan rektor Universitas Diponegoro itu.
Menurut dia, globalisasi telah meningkatkan kompetisi pada tingkat institusi, nasional dan internasional.
Saat
ini, indeks daya saing Indonesia yang diukur dari indikator "higher
education and training" pada rentang 2014-2015 Indonesia menduduki
peringkat 60 dengan indeks daya saing 4,5, sementara pada 2015-2016
peringkat Indonesia menjadi 65 dengan indeks daya saing yang sama 4,5.
Artinya,
kata Nasir, "ada lebih banyak negara lain yang mencapai indeks daya
saing lebih baik dari Indonesia, sehingga peringkat Indonesia menurun."
Dan hal ini tak boleh dibiarkan, tutup dia. (*)
Pendidikan Tinggi Indonesia harus Direformasi
Senin, 2 Mei 2016 11:36 WIB