Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan
mengatakan masa orientasi siswa (MOS) tahun ajaran baru boleh dilakukan,
asal tanpa ada kekerasan.
"Jadi, orientasi siswa baru boleh dilaksanakan pada awal tahun
ajaran baru, namun tidak boleh ada kekerasan di dalamnya," katanya
kepada wartawan di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Jakarta, Jumat.
Selain melarang adanya praktik kekerasan dalam orientasi siswa baru,
Anies juga mengatakan, tidak boleh memungut biaya dari peserta didik
baru.
"Tindakan kekerasan dalam masa orientasi pasti tidak boleh, pada masa itu juga dilarang dipungut biaya," ujarnya.
Jika hal-hal tersebut terjadi, lanjut Anies, maka yang bertanggung jawab adalah pihak sekolah, khususnya kepala sekolah.
"Guru dan kepala sekolah tanggung jawab laksanakan MOS. Mereka harus
bisa kendalikan masa orientasi. MOS tak boleh ada plonco, jika terjadi
kepala sekolah yang tanggungjawab," tuturnya.
Anies mengatakan, demi memastikan tak adanya tindak kekerasan dalam
MOS, maka akan ada pengawasan ketat yang dilakukan oleh dinas pendidikan
setempat.
"Saya harap dinas pendidikan di daerah jangan ragu beri sanksi pada
kepala sekolah karena tanggungjawabnya sudah diberikan. Orientasi itu
adalah masa penunjukkan rencana belajar, bukan pemuasan keinginan
senior," katanya.
Ketika ditanya pers, apakah perlu MOS dihapuskan karena sarat dengan
tindak kekerasan? Anies menjawab, hal tersebut tidak perlu dihapus,
karena hal pentingnya adalah memastikan tidak boleh ada kekerasan di
dalamnya.
"Yang harus dihapuskan adalah tindakan plonconya, bukan orientasinya, karena kita harus sadari itu dibutuhkan," ujarnya.
Terkait dengan tugas yang biasanya diberikan bagi peserta MOS, Anies
pun mengimbau, tugas yang diberikan harus logis dan mampu diterima akal
sehat.
"Saya minta tugas di dalamnya nanti harus logis karena institusi
pendidikan jangan pernah meninggalkan akal sehat," demikian Anies
Baswedan. (*)
Mendikbud Harapkan MOS Tanpa Kekerasan
Jumat, 24 Juli 2015 21:08 WIB